(SELF ESTEEM)
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu :
Drs. Mohammad Irfan Burhani, M. Psi
Disusun Oleh :
Moh Taufikur Rijal (932128713)
Kelas H
PROGRAM SETUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
DESEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Harga Diri (Self Esteem) “ dengan tepat waktu.
Makalah ini berisikan tentang self esteen atau harga diri. Dengan adanya makalah ini, diharapkan bagi para pembaca dapat menjadikannya sebagai sumber referensi yang dapat membantu dalam pembelajaran mata kuliah psikologi pendidikan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.Bapak Drs, Muhammad Irfan Burhani, M.Psi selaku Dosen Pengampu
mata kuliah psikologi pendidikan.
2.Semua pihak yang mendukung dan membantu penyelesaian makalah ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Kediri, 09 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantari
Daftar Isiii
Bab I Pendahuluan
A.1. Latar Belakang.......................................................................
A.2. Rumusan Masalah...........................................................................
A.3. Tujuan Penulis..................................................................
A.4. Manfaat..........................................................................
Bab II Pembahasan
B.1. Pengertian Positive Self-Esteem.....................................................
B.2.Tokoh Dalam Teori Self Esteem......................................................
B.3. Jenis-Jenis Self-Estetem..................................................................
-Unhealty Self Esteem................................................................
-healty Self Esteem.....................................................................
B.4. Karakteristik Harga Diri Self-Esteem..............................................
a.Karakter Harga diri tinggi.............................................................
-Manfaat harga diri tinggi..........................................................
b.Karakter Harga diri rendah.........................................................
B.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Self-Esteem
a. orang tua......................................................................................
b.para sejawat dan teman.................................................................
c.pencapaian prestasi.......................................................................
d.Diri anda sendiri...........................................................................
e.Guru dan pelatih Olah raga...........................................................
B.6. Sebab Adanya Self-Esteem............................................................
Yang mempengaruhi :
a.jenis kelamin..................................................................................
b.inteligensi.......................................................................................
c.kondisi fisik....................................................................................
d.Lingkungan Keluarga.....................................................................
e.Lingkungan Sosial...........................................................................
Yang di Pengruhi :
a.kesuksesan.......................................................................................
- keberhasiln dalam area power..........................................................
- keberhasilan dalam area significance...............................................
- keberhasilan dalam area competence...............................................
- keberhasilan dalam area virtue.........................................................
b. nilai....................................................................................
c. Aspirasi...........................................................................
d. Defenses......................................................................
B.7. Teori Self Esteem.........................................................................
B.8. Hubungan Dengan Pembelajaran...................................................
-Aplikasi....................................................................
Bab III Penutup
C.1. Kesimpulan.......................................................................
C.2. Saran .......................................................................
Daftar Pustaka.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Istilah self esteem (harga diri) pertama kali dikenalkan oleh William James (1983-1890) seorang Psikolog berkebangsaan Amerika. Self esteem merupakan tema sosial yang paling tua dan paling banyak ditulis. Kenyataan ini berdasarkan database dari PsychINFO yang mengungkapkan bahwa lebih dari 23.215 artikel, chapter, dan buku membahas self esteem sebagai faktor krusial dalam perilaku manusia. Rodewalt dan Tragakis (2003) menyatakan bahwa self esteem merupakan “top three covariates” dalam penelitian psikologi dan sosial bersama dengan “gender” dan “efektivitas negatif” (Mruk, 2006).
Low self esteem (harga diri rendah) sering dihubungkan dengan permasalahan gangguan mental seperti, depresi, kecemasan, dan permasalahan belajar. Juga beberapa kesulitan seperti, kegagalan, kerugian, dan kemunduran. Sebaliknya, high self esteem (harga diri tinggi) diyakini menjadi dasar bagi perkembangan mental yang sehat, kesuksesan, dan kehidupan yang efektif. Leary and MacDonald (Mruk, 2006) menuliskan hasil riset tentang karakteristik umum yang berhubungan dengan low self esteem yaitu,
People with lower trait self-esteem tend to experience virtually every aversive emotion more frequently than people with higher self-esteem. Trait self-esteem correlates negatively with scores on measures of anxiety (Battle, Jarrat, Smit & Precht, 1988; Rawson, 1992), sadness and depression (Hammen, 1988; Ouellet & Joshi, 1986; Smart & Walsh, 1993), hostility and anger (Dreman, Spielberger & Darzi, 1997), sosial anxiety (Leary & Kowalski, 1995; Santee & Maslach, 1982; Sharp & Getz, 1996), shame and guilt (Tangney & Dearing, 2002), embarrassability (Leary & Meadows, 1991; Maltby & Day, 2000; Miller 1995), and loneliness (Haines, Scalise & Ginter, 1993; Vaux, 1988), as well as general negative affectivity and neuroticism. (Watson & Clark, 1984) (2003, pp. 404–405)
Fakta tak terelakkan muncul berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, forth edition yang menyebutkan bahwa low self esteem diidentifikasi sebagai salah satu diagnostic criterion dari 24 gangguan mental (American Psychiatric Association, 2000)
Kerri Lee Krause; Sandra Bochner; Sue Duchesne, dalam bukunya Educational Psychology For Learning And Teaching (2006:84) menyebutkan beberapa riset terkait dengan low self esteem/negative self esteem pada remaja (adolescent), yaitu : self esteem negatif hubungannya dengan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang (Finke & Williams, 1999; Irving et al., 2002), depresi dan bunuh diri (Leslie, Stein & Rotheram-Borus, 2002; Raab, 2001), kelainan makan (Ross & Ivis, 1999). Kejahatan dan agresi (Ackard & Neumark-Sztainer, 2002), merintangi partisipasi dalam kegiatan olah raga (Perry-Burney & Takyi, 2002) dan kehamilan remaja (Klerman, 2002; Lipovsek et al., 2002; Smith & Grenyer, 1999).
Leary & MacDonald (Murk, 2006) menyampaikan permasalahan perilaku dan emosional lebih sering terjadi pada orang yang rendah harga dirinya. Masalah lainnya adalah dysthymic disorder, depresi, anxiety disorder, gangguan makan, disfungsi seksual, malu patologist, percobaan bunuh diri dan gangguan kepribadian.
Rosenberg and Owens (2001) mengidentifikasi karakteristik low self esteem, yaitu: hipersensitif, instability, ketidaksadaran diri, kurang percaya diri, takut mengambil resiko, mudah putus asa, pesimis, merasa kesepian dan terasing
Self esteem diyakini menjadi akar masalah disfungsi sosial individu. Nathaniel Branden (1994:5-12), seorang tokoh dalam gerakan harga diri, menyatakan bahwa Self esteem memiliki konsekuensi yang mendalam untuk setiap aspek eksistensi manusia, lebih lanjut Branden menegaskan bahwa sebuah masalah psikologis tidak disebabkan oleh penyebab yang tunggal, seperti kecemasan dan depresi, takut akan keintiman atau kesuksesan, dan penganiayaan terhadap anak-anak. Self esteem negatif bukan satu-satunya penyebab dari masalah-masalah psikologis tersebut. Pendukung lainnya dari gerakan harga diri adalah Andrew Mecca (dikutip oleh Davis, 1988:10), mengatakan bahwa hampir setiap masalah sosial dialamatkan kepada orang-orang yang kekurangan cinta diri. Albert Ellis, menyebutkan bahwa self esteem merupakan penyakit terbesar manusia. (dikutip dalam Epstein, 2001:72). Menurut Ellis, orang akan lebih baik jika mereka berhenti berusaha meyakinkan bahwa diri mereka layak. Smelser (1989) menyebut self esteem sebagai variabel independen yang kuat (kondisi, penyebab, faktor) dalam asal-usul masalah utama sosial.
Self esteem merupakan kebutuhan mendasar manusia yang sangat kuat yang memberikan kontribusi penting dalam proses kehidupan yang sangat diperlukan untuk perkembangan yang normal dan sehat sehingga memiliki nilai untuk bertahan hidup. Kurangnya harga diri (self esteem) akan menghambat pertumbuhan psikologis individu, karena self esteem positif berperan untuk menjalankan pengaruh dari immune system of concsciousness (sistem kekebalan kesadaran) yang dapat memberikan perlawanan, kekuatan dan kapasitas untuk regenerasi. Pada saat individu mengalami self esteem negatif, maka ketahanan dirinya dalam menghadapi kesengsaraan hidup menjadi berkurang, menjadi hancur sebelum menaklukan perasaan berharga dirinya, cenderung untuk menghindari rasa sakit dari pada menyongsong kegembiraan dikarenakan self esteem negatif lebih menguasai dirinya dari pada self esteem positif.
Apabila individu memiliki nilai dan keyakinan yang realistis, dan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, maka individu akan lebih terbuka dalam memandang kehidupan dan merespon tantangan dan peluang dengan tepat. Harga diri itu memberdayakan, memberikan energi dan memotivasi. Hal ini mengilhami individu untuk mengambil kesenangan dan bangga dengan prestasi dirinya. Dan pada akhirnya mencapai kepuasan.
Nathaniel Branden (1987) menyebutkan self esteem merupakan aspek kepribadian yang paling penting dalam proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, nilai-nilai yang dianut serta penentuan tujuan hidup. Harga diri mencakup dua komponen yaitu perasaan akan kompetensi pribadi dan perasaan akan penghargaan diri pribadi. Seseorang akan menyadari dan menghargai dirinya jika ia mampu menerima diri dan pribadinya.
Berangkat dari sebuah keprihatinan akan rendahnya harga diri, tahun 1980, Amerika mencetuskan sebuah “Program Peningkatan Harga Diri”, program ini digagas pertama kali oleh Assemblyman Yohanes Vasconcellos, yang kemudian didukung gubernur California (1986), George Deukmeijian yang menyetujui untuk mendanai Task Force on Self-Esteem dengan anggaran sebesar $ 245.000 per tahun. Vasconcellos berpendapat bahwa program ini akan membantu memecahkan banyak masalah negara, seperti kejahatan, kehamilan remaja, penyalahgunaan obat, prestasi rendah di sekolah, dan polusi. Pada satu titik, ia mengungkapkan harapan bahwa self esteem yang tinggi akan membantu menyeimbangkan anggaran negara karena orang-orang dengan self esteem positif akan menghasilkan lebih banyak uang daripada orang-orang dengan self esteem negatif. Sehingga penghasilan negara melalui pajak akan meningkat (Winegar, 1990). Dia berpendapat bahwa self esteem positif dapat melindungi orang dari ketertekanan akan tantangan hidup, dengan demikian dapat mengurangi kegagalan dan kesalahan perilaku, self esteem juga berfungsi sebagai vaksin untuk melindungi diri dari penyakit, sehingga dapat menghemat anggaran negara. Beberapa tahun kemudian, gerakan harga diri terus berlanjut dan makin meluas di seluruh wilayah Amerika dan menjadi gerakan nasional.
Self esteem dalam konteks Indonesia belum menjadi tema yang populer sebagaimana di Amerika, tapi bukan berarti Indonesia terlepas dari permasalahan self esteem. Lihatlah tema-tema pemberitaan yang selalu menjadi headline pada surat kabar dan televisi, seperti: korupsi, suap, konsumsi narkoba, tawuran pelajar, kinerja buruk anggota dewan, seks bebas, rendahnya indeks prestasi nasional, kasus bunuh diri dan lain-lain. Atau permasalahan yang spesifik muncul pada siswa di sekolah, seperti: pergaulan bebas dikalangan remaja, pelacuran pada pelajar putri (hanya karena ingin berpakaian bagus dan memiliki HP baru), mencontek untuk mendapatkan nilai bagus, merokok dan mencoba minuman keras karena khawatir dicap sebagai remaja yang tidak gaul, melakukan tindakan agresif untuk menunjukan otoritas dan eksistensi diri dengan cara melakukan pemalakan dan penyerangan, motivasi belajar rendah, motivasi berprestasi rendah, dan lain-lain.
Fenomena lain adanya remaja putri yang tergila-gila dengan penampilan dan menganggap dirinya berharga apabila memiliki tubuh langsing dan kulit putih, pada akhirnya melakukan berbagai macam cara demi mendapatkan bentuk tubuh ideal yang diimpikan, misalnya dengan melakukan diet ketat yang tidak sehat, mengkonsumsi obat pelangsing dan menggunakan kosmetika yang membahayakan dirinya. Sebagaimana hasil penelitian William, et al. (1993) yang menyimpulkan bahwa remaja yang memiliki self esteem negatif tidak percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Hal ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan Wadden (2002) yang menyebutkan remaja dengan self esstem negatif menderita penyakit kelainan makan, seperti bulimia dan anorexia.
Hasil need assessment yang penulis lakukan melalui Daftar Cek Masalah di sekolah menengah menunjukan prosentase tertinggi pada permasalahan yang terkait dengan rendahnya harga diri, seperti: tidak percaya diri/minder, sering menerima perlakukan yang melecehkan, merasa tidak mampu/kesulitan pada beberapa mata pelajaran, takut menghadapi ulangan/ujian, malas belajar, takut berbicara di depan kelas dan pada waktu diskusi, kesulitan berkomunikasi dengan teman, sering nyontek, gugup apabila menghadapi masalah, merasa kurang menarik bagi lawan jenis, tidak puas dengan kondisi tubuh, merasa tidak bahagia dengan kehidupan sekarang, dan merasa kesepian ditengah keramaian.
A.2. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari positif self Esteem?
2. Siapa tokoh - tokoh teori self esteem?
3. Apa jenis – jenis self Esteem?
4. Ciri – ciri karakteristik dari self esteem?
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi self esteem?
6. Variabel atau yang berhubungan pengaruh dan yang mempengaruhi?
7. Bagaimana Teori self esteem?
8. Hubungan self esteem dengan pembelajaran?
A.3. Tujuan penulis.
1. Untuk menjadikan bentuk evaluasi mata kuliah Psikologi pendidikan.
2. Untuk pembahasan yang lebih dalam mata kuliah psikologi pendidikan.
3. Untuk menambah wawasan dalam pengetaguan Psikologi pendidikan.
A.4. manfaat.
1.Dapat mengetahui devinisi tentang Self esteem.
2.Dapat mengubah dan memperbaiki dalam pola belajar yang kurang baik.
3.Dapat memahami pentingnya pengetahuan tentang self esteem.
4.Dan dapat mengubah menjadi berkembang dalam pembelajarn.
BAB II
PEMBAHASAN
B.1.Pengertian Positive Self-Esteem
Self-esteem diartikan dalam istilah percaya diri meskipun tidak sepenuhnya menggambarkan makna yang sesungguhnya. “self-esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri berkaitan bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa pun yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku berharga merupakan inti dari pengertian self-esteem”. Self-esteem merupakan kumpulan dari kepercayaan atau perasaan tentang diri kita atau persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi, sikap, perilaku, dan penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan pula bahwa self esteem berkenaan dengan: (a) kemampuan kita untuk memahami apa yang dapat kita lakukan dan apa yang telah dilakukan, (b) penetapan tujuan dan arah hidup sendiri, (c) kemampuan untuk tidak merasa iri terhadap prestasi orang lain.
B.2.Tokoh Dalam Teori Self Esteem
1. Nathaniel Branden (April 9, 1930 – December 3, 2014).
2. Coopersmith
3. KidsHealts
B.3.Jenis-Jenis Self-Estetem.
KidsHealts memaparkan mengenai dua jenis self-esteem yaitu Unhealty Self-Esteem dan Healthy Self-Esteem. Self-esteem yang rendah atau tidak sehat pada anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal yang baru, anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya “Saya bodoh !”, “Saya tidak pernah belajar dengan baik”. Ciri yang lainnya adalah anak tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang memiliki self-esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara.
hubungan dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan sosial, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan dan kelemahannya serta memiliki sikap optimis. Siswa yang memiliki self-esteem tinggi atau self-esteem yang sehat pada umumnya memiliki kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi pula untuk dapat melakukan tugas gerak yang diinstruksikan guru. Mereka biasanya bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas jasmani dan selalu berupaya memperbaiki kekurangan dan terus berlatih meningkatkan kemampuannya. Ciri ini akan sangat berbeda dengan siswa yang rendah self-esteemnya atau yang tidak memiliki self-esteem. Umumnya mereka enggan atau bermalas-malasan melakukan tugas gerak karena merasa khawatir atau tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya, tidak bekerja keras memperbaiki kekurangannya dan merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukannya.
B.4.Ciri- ciri Karakteristik Harga Diri Self-Esteem
Harga diri seseorang tergantung bagaimana dia menilai tentang dirinya
yang dimana hal ini akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Penilaian individu ini diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat tinggi dan negatif.
a. Karakteristik harga diri tinggi
Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan didalam dunia ini. Contoh : seorang remaja yang memiliki harga diri yang cukup tinggi, dia akan yakin dapat
mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan. Pada gilirannya, keyakinan itu akan memotivasi remaja tersebut untuk sungguh-sungguh mencapai apa yang diinginkan.
Karakteristik anak yang memiliki harga diri yang tinggi menurut
Clemes dan Bean (2001 : 334), antara lain :
1) Bangga dengan hasil kerjanya
2) Bertindak mandiri
3) Mudah menerima tanggung jawab
4) Mengatasi prestasi dengan baik
5) Menanggapi tantangan baru dengan antusiasme
6) Merasa sanggup mempengaruhi orang lain
7) Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang luas
Manfaat dari dimilkinya harga diri yang tinggi diantaranya :
1) Individu akan semakin kuat dalam menghadapi penderitaanpenderitaan hidup, semakin tabah, dan semakin tahan dalam menghadapi tekana-tekanan kehidupan, serta tidak mudah menyerah dan putus asa.
2) Individu semakin kreatif dalam bekerja
3) Individu semakin ambisius, tidak hanya dalam karier dan urusan financial, tetapi dalam hal-hal yang ditemui dalam kehidupan baik secara emisional, kreatif maupun spiritual.
4) Individu akan memilki harapan yang besar dalam membangun
hubungan yang baik dan konstruktif.
5) Individu akan semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan orang
lain, karena tidak memandang orang lain sebagai ancaman.
b. Karakteristik harga diri rendah
Remaja yang memiliki harga diri rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Disamping itu remaja dengan harga diri rendah cenderung untuk tidak berani mencari tantangantantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapai respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia. Pada remaja yang memiliki harga diri rendah inilah sering muncul perilaku rendah.
Berawal dari perasa tidak mampu dan tidak berharga, mereka mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang seolah-olah membuat dia lebih berharga. Misalnya dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-temannya. Dari sinilah kemudian muncul penyalahgunaan obat-obatan, berkelahi, tawuran, yang dilakukan demi mendapatkan pengakuan dari lingkungan.
Karakteristik anak dengan harga diri yang rendah diantaranya :
1)Menghindari situasi yang dapat mencetuskan kecemasan
2)Merendahkan bakat dirinya
3)Merasa tak ada seorangpun yang menghargainya
4)Menyalahkan orang lain atas kelemahannya sendiri
5)Mudah dipengaruhi oleh orang lain
6)Bersikap defensif dan mudah frustrasi
7)Merasa tidak berdaya
8)Menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang sempit
Akibat memilki harga diri yang negatif, yaitu :
1)Mudah merasa cemas, stress, merasa kesepian dan mudah
terjangkit depresi
2)Dapat menyebabkan masalah dengan teman baik dan social
3)Dapat merusak secara serius, akademik dan penampilan kerja.
4)Membuat underchiver dan meningkatkan penggunaan obat-obat
dan alkohol
B.5.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Self-Esteem
yaitu sebagai berikut:
a. Orang tua
Orang tua merupakan sumber utama pembentuk self-esteem, khususnya di kalangan anak-anak. Pemberian yang paling berharga dari orang tua adalah meletakkan landasan sels-esteem yang kokoh, mengembangkan kepercayaan diri dari hormat diri.
b. Para sejawat dan Teman
Orang-orang terdekat dalam kehidupan keseharian akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan self-esteem. Ketika anak berada di lingkungan sekolah dengan teman yang sering memperoloknya, maka lingkungan tersebut kurang baik bagi pertumbuhan self-esteem yang sehat. Sebaliknya, teman sejawat dan kawan-kawan dekat dapat pula menumbuhkembangkan self-esteem yang sehat. Ini dikarenakan suasana pergaulan yang saling mendukung, saling menghargai terhadap usaha dan hasil yang dicapai seseorang.
c. Pencapaian Prestasi
Hasil yang dicapai dan memadai merupakan salah satu faktor bagi pengembangan self-esteem. Penciptaan perasaan tenang, yakin, dan mampu melaksanakan suatu tugas merupakan bibit bagi pengembangan self-esteem. Sebaliknya, apabila kegagalan beruntun yang diperoleh akan memberikan kesan mendalam bahwa kita tidak mampu mencapai sukses.
d. Diri Anda Sendiri
Sumber utama bagi pengembangan self-esteem adalah diri anda sendiri. Kita dapat mempertinggi atau memperendah self-esteem sesuai dengan perasaan kita sendiri. Seseorang yang sehat self-esteemnya ditandai oleh beberapa ciri diantaranya adalah: Selalu memberi dorongan, motivasi kepada diri sendiri. Selalu memandang pada apa yang dikerjakan dan pada apa yang telah dilakukan.
e. Guru dan Pelatih Olahraga
Guru dan pelatih olahraga sangat berpotensi membangun atau bahkan menghancurkan self-esteem siswa atau atlet binaanya. Guru atau pelatih olahraga dapat mengembangkan self-esteem dengan cara menempatkan siswa atau atlet dalam kedudukan merasa berharga, merasa diakui dan mampu melakukan sesuatu menurut ukuran masing-masing. Jika guru atau pelatih olahraga lebih suka mengkritik dengan pedas atas setiap penampilan siswa atau atletnya, maka hal ini merupakan biang bagi terciptanya self-esteem yang negatif.
B.6.Sebab Adanya Self-Esteem
yang mempengaruhi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu:
1. Faktor Jenis Kelamin
Menurut Ancok dkk. Wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah daripada pria, seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus di lindungi. Hal ini terjadi mungkin karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berebeda-beda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan penelitian yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah daripada harga diri pria.
2. Inteligensi
Individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah. Dan individu yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik, dan selalu berusaha keras.
3. Kondisi Fisik
Adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Begitu pula dengan remaja yang terlalu memikirkan masalah ukuran dan bentuk tubuhnya. Mereka akan berusaha mati-matian untuk bisa mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badannya.
4. Lingkungan Keluarga
Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Orang tua yang sering memberi hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. Mereka yang berasal dari keluarga bahagia akan memiliki harga diri tinggi karena mengalami perasaan nyaman yang berasal dari penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua mereka. Sedangkan pengabaian dan penolakan akan membuat mereka secara otomatis merasa tidak berharga. Karena merasa tidak berharga, diacuhkan dan tidak dihargai maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.
5. Lingkungan Sosial
Pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. Termasuk penerimaan teman dekat (peer), mereka bahkan mau untuk melepaskan prinsip diri mereka dan melakukan perbuatan yang sama (conform) dengan teman dekat mereka agar bisa dianggap ‘sehati’ walaupun perbuatan itu adalah perbuatan yang negatif. Sementara ada beberapa ubahan dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan.
Yang di pengruhi
Terdapat empat komponen yang menjadi sumber dalam pembentukan Self esteem individu. Keempat komponen itu adalah keberhasilan (Successes), Nilai-nilai (value), Aspirasi-aspirasi (Aspirations), dan pendekatan dalam merespon penurunan penilaian terhadap diri (Defences).
a.Successes
Kata “keberhasilan” memiliki makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa individu memaknakan keberhasilan dalam bentuk kepuasan spiritual, dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk popularitas. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan. Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen, dan kemandirian. Pada konteks social yang lain, lebih dikembangkan makna ketidakberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan, keterikatan pada suatu bentuk ikatan social dan ketergantungan. Hal ini tidak berarti bahwa individu dapat dengan mudahnya mengikuti nilai-nilai yang dikembangkan dimasyarakat mengenai keberhasilan, tetapi hendaknya dipahami bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang dianggap berhasil atau gagal dan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu.
Terdapat empat tipe pengalaman berbeda yang mencoba mendefinisikan tentang keberhasilan. Setiap hal tersebut memberikan kreteria untuk mendefinisikan keberhasilan itu adalah area power, area Significance, area Competence dan area virtue. Berikut ini akan dijelaskan manifestasi keberhasilan dalam keempat area tersebut.
Keberhasilan dalam area Power.
Keberhasilan ini diukur oleh kemampuan individu untuk mempengaruhi aksinya dengan mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi orang lain. Dalam situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan dan penghargaan yang diterima oleh individu dari orang lain, dan melalui kualitas penilaian terhadap pendapat-pendapat dan hak-haknya. Efek dari pengakuan tersebut adalah menumbuhkan perasaan penghargaan (sense of appreciation) terhadap pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk melakukan konformitas tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan pendapat-pendapatnya sendiri. Masing-masing perlakuan tersebut bisa mengembangkan control sosial, kepemimpinan, dan kemandirian yang mampu memunculkan sikap asertif, energik, tingkah laku, eksplorasi.
-Keberhasilan dalam area Significance
Keberhasilan ini diukur oleh adanya penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain. Ekspresi dari penghargaan dan minat terhadap individu tersebut termasuk dalam pengertian penerimaan (acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan kehangatan, responsifitas, minat, dan menyukai individu apa adanya. Dampak utama dari masing-masing perlakuan dan kasih sayang tersebut adalah menumbuhkan perasaan berarti (tense of importance) dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang, maka makin besar kemungkinan memiliki penilaian diri yang baik.
Keberhasilan dalam area Competence
Keberhasilan ini ditandai oleh tingkat pencapaian yang tinggi, dengan tingkatan, dan tugas yang bervariasi untuk tiap kelompok usia. Pengalaman-pengalaman seorang anak mulai dari masa bayi yang diberikan secara biologis dan rasa mampu (sense of efficacy) yamg memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk mencapai kompetensi yang lebih tinggi lagi. White menekankan pentingnya aktivitas spontan pada seorang anak dalam menumbuhkan perasaan mampu (feeling of efficacy) dan pengalaman-pengalaman dalam pencapaian kemandirian dapat sangat memberikan penguatan terhadap nilai-nilai personalnya dan tidak tergantung pada kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Formulasi tersebut tidak menyangkal pentingnya persetujuan dan ketidaksetujuan secara sosial (social approval dan social disapproval), tetapi juga sumber kepuasan yang bersifat bawaan (innate) yang membuatnya menguasai lingkungan tanpa tergantung pada penguatan atau hukuman dari faktor sosial.
Keberhasilan dalam area Virtue
Keberhasilan ini ditandai oleh tingkah laku patuh pada kode etik, moral, dan prinsip-prinsip agama. Orang yang mematuhi kode etik dan agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuan-tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Perasaan berharga muncul diwarnai dengan sentiment-sentiment keadilan dan kejujuran, dan pemenuhan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.
Setiap individu memiliki peluang untuk mencapai self esteem yang tinggi dengan mewujudkan pencapaian pada keempat area tersebut. Hal ini juga mungkin dapat terjadi apabila pencapaian pada area-area lain kurang baik. Dengan demikian seseorang dapat mengembangkan sistem diri yang positif jika mendapatkan perhatian yang besar dan cinta dari orang-orang yang dianggap penting, meskipun dia relative lemah, tidak berarti, dan tidak kompeten, atau ia mungkin memiliki self esteem tinggi dengan kompetensi yang tinggi tanpa mempertimbangkan nilai moral, signifikansi, atau power. Di sisi lain adalah mungkin bagi individu untuk mencapai keberhasilan disuatu area yang menurut dirinya kurang penting, misalnya kompetensi dan dengan demikian dia merasa tidak berharga karena tidak sukses dibidang moral. Indikasi-indikasi ini tidak hanya mengindikasikan pentingnya kreteria dalam menilai suatu kesuksesan tapi mungkin juga memungkinkan adanya konflik satu sama lain. Seseorang yang ingin mencapai kekuasaan tidak akan terlalu menyukai untuk memperoleh afeksi dari sekutu-sekutunya.
b.Nilai-nilai (value)
Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil.
Individu akan memberikan pembobotan yang lebih besar pada area-area dimana mereka berhasil dengan baik, dari pembobotan tersebut akan menimbulkan konsekuensi meningkatkan dan membentuk self esteem yang tinggi di bawah kondisi yang bebas memilih dan menekankan pada sesuatu yang lebih penting bagi dirinya. Kondisi ini memungkinkan individu-individu pada semua tingkatan self esteem memberikan standar nilai yang sama untuk menilai kebermaknaannya. Meskipun standar yang dibuat sama, tetapi akan berbeda dalam menentukan bagaimana mereka mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Individu bebas memilih nilai-nilai, tetapi karena individu menghabiskan waktu bertahun-tahun dirumah, sekolah, dan kelompok teman sebaya, maka hal ini akan membawanya untuk menerima standar nilai kelompok. Individu memperboleh pemenuhan dan kepuasaan dengan mengunakan standar nilai yang berbeda dan lebih terikat, tetapi ia akan menggunakan standar nilai tersebut sebagai prinsip dasar untuk menilai keberartian dirinya.
c. Aspirasi-aspirasi
Penilaian diri (self judgement) meliputi perbandingan antara performance dan kapasitas actual dengan aspirasi dan standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area tingkah laku yang bernilai, maka individu akan menyimpulkan bahwa dirinya adalah orang yang berharga. Ada perbedaan esensial antara tujuan yang terikat secara sosial (public goals) dan tujuan yang bersifat self significant yang ditetapkan individu. Individu-individu yang berbeda tingkat self esteemnya tidak akan berbeda dalam public goalnya, tetapi berbeda dalam personal ideals yang ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self esteem tinggi menentukan tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan self esteem yang lebih rendah. Self esteem tinggi berharap lebih pada dirinya sendiri, serta memelihara perasaan keberhargaan diri dengan merealisasikan harapannya daripada sekedar mencapai standar yang ditentukannya. Hal ini memunculkan sikap diri (self attitude) yang lebih baik sehingga mereka tidak diasosiasikan dengan standar personal yang rendah dan menilai sukses karena mencapai standar tersebut. Tetapi karena standar tinggi yang secara objektif dapat dicapainya, individu dengan self esteem tinggi menganggap lebih dekat aspirasi (harapannya) dibandingkan dengan individu dengan self esteem rendah yang menentukan tujuan lebih rendah. Individu dengan self esteem tinggi memiliki pengharapan terhadap keberhasilan yang tinggi. Pengharapan ini menunjukan suatu kepercayaan terhadap keadekuatan dirinya, dan juga keyakinan bahwa ia memiliki kemampuan untuk menampilkan segala macam cara yang dibutuhkan untuk berhasil. Keyakinan tersebut bersifat memberi dukungan dan semangat pada individu untuk mempercayai bahwa keberhasilan itu dapat dicapai. Penghargaan (self expectancy) akan keberhasilan ini ditunjukkan melalui sikap asertif, self trust, dan keinginan kuat untuk bereksplorasi. Sedangkan pada individu dengan self esteem rendah, meskipun memiliki keinginan sukses seperti individu dengan self esteem tinggi, tetapi dia tidak yakni kesuksesan tersebut akan terjadi pada dirinya. Sikap pesimis itu merupakan ekspresi antisipasi terhadap kegagalan, yang mana akan menurunkan motivasinya dan mungkin memberikan konstribusi terhadap kegagalannya.
Hubungan antara aspirasi dan harga diri juga mengungkapkan suatu hal yang menarik. Ada indikasi bahwa orang-orang yang pernah sukses merespon lebih realistis daripada mereka yang pernah gagal. Kita dapat menduga bahwa individu dengan self esteem rendah memiliki harapan (aspirasi) yang lebih rendah, tetapi jika mereka dapat mengantisipasi hal tersebut, maka sangat mungkin bagi individu untuk meningkatkan self esteemnya. Dengan demikian, kita dapat menuju pada asumsi bahwa terdapat jarak antara aspirasi dan performance pada individu dengan self esteem rendah dan bahwa jarak tersebut menghasilkan sesuatu yang negatif.
d.Defenses
Pengalaman dapat merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah diamati dan diukur pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan mentah yang digunakan dalam membuat penilaian, interpretasi terhadapnya tidaklah senantiasa seragam. Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan karakteristik individu dalam mengatasi distress dan situasi ambigu serta dengan tujuan dan harapan-harapannya. Cara untuk mengatasi ancaman dan ketidakjelasan cara individu dalam mempertahankan dirinya mengatasi kecemasan atau lebih spesifik, mempertahankan harga dirinya dari devaluasi atau penurunan harga diri yang membuatnya merasa incompetent, tidak berdaya, tidak signifikan, dan tidak berharga. Individu yang memiliki defence mampu mengeliminir stimulus yang mencemaskan, mampu menjaga ketenangan diri, dan tingkah lakunya efektif. Individu dengan self esteem tinggi memiliki suatu bentuk mekanisme pertahanan diri tertentu yang memberikan individu tersebut kepercayaan diri pada penilaian dan kemampuan dirinya, serta meningkatkan perasaan mampu untuk menghadapi situasi yang menyulitkan.
Proses penilaian diri muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian, kesusesan, dan keberhargaan dirinya.
B.7.Teori Self Esteem
harga diri ( self esteem ) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku tersebut sesuai dengan apa yang diidealkan. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore mengemukakan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.
Harga diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Penghargaan diri kadang juga dinamakan martabat diri atau gambaran diri. Misalnya, anak dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang, tetapi juga sebagai seseorang yang baik.
Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga diri ( self esteem ) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian,berharga,dan kompeten.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diriadalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri .Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri.Jika individu sering gagal cenderung dikarenakan harga diri yang rendah. Harga diri rendah ini sebagai contohnya adalah kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain.Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial
Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhanharga diri anak ( siswa ), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasilitator.
Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap.Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan keyakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.
Rasa rendah diri yang menetap dan berlebihan mungkin diakibatkan oleh prestasi yang buruk, depresi, gangguan makan, dan tindak kejahatan.Keseriusan problem ini akan tergantung bukan hanya kepada sifat dari rasa rendah diri individu, tetapi juga pada kondisi lainnya. Saat perasaan rendah diri diiringi dengan kesulitan pada masa transisi atau problem keluarga, maka problem seorang individu mungkin bisa bertambah berat.
Manusia sering salah dalam menilai harga dirinya, kadangkala terlampau tinggi, kadangkala terlalu rendah. Sangat jarang seseorang dapat dengan tepat menilai harga dirinya. Sebagai sebuah contoh perenungan mari kita lihat kesalahan orang dalam menilai harga dirinya, yaitu dalam keluarga.
Seorang suami cenderung merasa bahwa dia lebih bernilai dari istrinya, sebab suami merasa dia adalah orang yang mencari uang.Jadi karena suami merasa semua kebutuhan keluarga baru bisa dipenuhi karena uang yang diperolehnya maka dia berpikir dirinya lebih berharga daripada istrinya. Perasaan lebih berharga ini kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang menempatkan istrinya lebih rendah dari suami. Ketika makan harus dilayani istri, jika tidak dilakukan suami marah. Ketika istri minta uang, dengan gaya interogasi menanyakan untuk keperluan apa uang yang diminta tersebut. Bahkan tidak jarang ada suami yang tidak mengijinkan istrinya mengambil putusan apapun dalam keluarga, semua harus suami yang memutuskan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Hal ini dianggap wajar dalam sebuah hubungan suami istri, padahal ini adalah wujud dari penilaian suami yang terlampau tinggi pada dirinya. Suami merasa wajar kalau harga dirinya lebih utama dari istrinya.
Situasi ini dalam kasus tertentu bisa berganti posisi yaitu istri yang merasa dirinya lebih bernilai dibandingkan suaminya. Coba kita pikirkan secara mendalam, benarkah jika orang yang bekerja lalu menghasilkan uang, dia lebih berharga dibandingkan orang yang tidak bekerja?Jika perbandingan ini dilakukan diantara orang bekerja dan pengangguran, maka jawabannya, ya. Namun apabila perbandingan ini dilakukan dalam hubungan suami istri, maka telah terjadi kesalahan yang fatal. Suami dan istri dalam sebuah keluarga tidak ada yang lebih utama, mereka sejajar. Jika hubungan ini tidak sejajar maka keluarga ini tidak beres. Suami yang bekerja dan mendapatkan uang tidak berhak mengklaim dia lebih berharga dibanding si istri. Suami bekerja dan punya uang itu sudah menjadi kewajibannya. Apa yang merupakan kewajiban tidak bisa kita tuntut sebagai sebuah keunggulan.
Sebagai ilustrasi: tukang becak kita bayar lalu dia antar kita ke tujuan, sesampai di tujuan apakah boleh tukang becak tersebut berkata saya berjasa sudah mengantar penumpang. Tukang becak tidak dapat mengatakan dia sudah berjasa, karena dia wajib mengantar penumpang yang sudah membayarnya.
Sebuah pelaksanaan kewajiban tidak bisa dikatakan perbuatan yang hebat. Orang tua wajib mengurus anaknya, maka ketika orang tua mengurus anak dengan baik itu bukanlah hal-hal yang harus mendapat penghargaan, hal itu sudah seharusnya dan biasa saja. Jadi boleh saja suami minta dilayani istrinya, namun dalam sudut pandang bahwa suami merasa perlu adanya orang yang menolong dia.Sebaliknya istri mau melayani suami karena mau menjadi penolong suami.
Kegagalan dalam menilai harga diri secara tepat ini menjadi sumber dari kehancuran dalam banyak rumah tangga. Ketika seseorang merasa harga dirinya lebih tinggi dari orang lain maka cenderung orang tersebut akan mendominasi orang lainnya.1. Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 112-113.
B.8. Hubungan Dengan Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1.a. Peningkatan kemampuan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan self esteem yang rendah, ditinjau dari siswa.
b.Peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada setiap level sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran self esteem yang rendah.
c.Terdapat interaksi antara level sekolah tinggi dan rendah serta antara level sekolah sedang dan rendah dengan Self Esteem yang sehat dalam peningkatan kemampuan belajar siswa.
Namun tidak terdapat interaksi antara level sekolah tinggi dan sedang dengan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan belajar siswa.
d.Peningkatan kemampuan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada setiap kemampuan awal belajar (tinggi, sedang, dan rendah) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang rendah.
e.Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah) dalam peningkatan kemampuan Self Esteem yang sehat pada siswa.
2.a.Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, ditinjau secara keseluruhan.
b.Peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada level sekolah tinggi dan sedang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Sedangkan pada level sekolah rendah, peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dapat lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
c.Terdapat interaksi antara level sekolah sedang dan rendah dengan Self Esteem yang sehat dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa. Namun tidak terdapat interaksi antara level sekolah tinggi dan sedang serta level sekolah tinggi dan rendah dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa.
d.Peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada tingkat kemampuan awal belajar tinggi dan rendah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Sedangkan pada kemampuan awal.
sedang, peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dapat lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
e.Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dan kemampuan awal belajar (tinggi, sedang, dan rendah) dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa.
3.a. Self esteem siswa dalam belajar yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat tidak lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa, ditinjau dari keseluruhan siswa.
b.Self esteem siswa dalam belajar yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada level sekolah tinggi lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Sedangkan pada level sekolah sedang dan rendah, self esteem siswa dalam belajar yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
c.Terdapat interaksi antara level sekolah tinggi dan dengan Self Esteem yang sehat pada self esteem siswa dalam belajar. Namun tidak terdapat interaksi antara level sekolah tinggi dan sedang serta level sekolah sedang dan rendah pada self esteem siswa dalam belajar.
d.Self esteem siswa dalam belajar yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat pada setiap kemampuan awal belajar (tinggi, sedang, dan rendah) tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
e.Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dan kemampuan awal belajar (tinggi, sedang, dan rendah) pada self esteem siswa dalam belajar.
4. a. Terdapat asoiasi antara kemampuan pemecahan masalah belajar.
b.Tidak terdapat asosiasi antara kemampuan self esteem siswa dalam belajar.
c.Tidak terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah belajar dan self esteem siswa dalam belajar.
Implikasi
Implikasi Berdasarkan kesimpulan penelitian, peningkatan kemampuan belajar dan pemecahan masalah belajar siswa, serta self esteem siswa dalam belajar yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa terdapat asosiasi antara kemampuan dan pemecahan masalah belajar. dengan Self Esteem yang sehat dari kesimpulan penelitian ini adalah
1.Secara umum, pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat untuk meningkatkan kemampuan belajar dan pemecahan masalah belajar siswa.
2.Pembelajaran dapat diterapkan dengan Self Esteem yang sehat untuk meningkatkan kemampuan belajar pada setiap level sekolah dan setiap tingkatan kemampuan awal belajar.
3.Pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa pada level sekolah tinggi dan sedang. Namun perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dan yang memperoleh pembelajaran biasa pada level sekolah rendah, tidak cukup signifikan untuk mengatakan dengan Self Esteem yang sehat dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa pada level sekolah rendah.
4.Pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dapat diterapkan untuk meningkatkan pemecahan masalah belajar siswa pada tingkat kemampuan awal belajar tinggi dan rendah. Namun perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat dan yang memperoleh pembelajaran biasa pada kemampuan awal belajar sedang, tidak cukup signifikan untuk mengatakan pendekatan dengan Self Esteem yang sehat dapat diterapkan untuk meningkatkan pemecahan masalah belajar siswa pada kemampuan awal belajar sedang.
5. Peningkatan kemampuan belajar dengan Self Esteem yang sehat dapat menunjang peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa.
6. Proses pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat, yang dimulai dengan menyajikan masalah terbuka, dapat melatih siswa untuk menggunakan berbagai representasi matematis dalam menyelesaikan masalah matematis. Penggunaan masalah terbuka, juga dapat melatih siswa dalam memecahkan masalah sesuai dengan cara atau metode yang mereka kuasai.
7. Tahapan diskusi kelompok dan diskusi kelas pada pembelajaran dengan Self Esteem yang sehat mengajarkan kepada siswa keterampilan berkomunikasi, seperti: menyatakan ide dengan jelas, mendengar pendapat orang lain,menanggapi dengan cara yang tepat, dan belajar bagaimana menyampaikan pertanyaan pertanyaan yang baik. Selain itu masalah terbuka, yang tidak hanya dijawab dengan satu jawaban benar, membuat siswa berani mengemukakan pendapat, menghargai ide orang lain, dan memiliki rasa percaya diri.
BAB III
PENUTUP
C.1.Kesimpulan
Permasalahan self esteem sebagaimana telah disampaikan pada latar belakang menggambarkan fenomena menarik dan menjadi isu sentral yang perlu mendapatkan perhatian khusus semua pihak. Teori dua faktor merupakan pendekatan kontemporer dalam upaya memperbaiki /meningkatkan self esteem dengan menyertakan aspek kompetensi dan “worthiness”, yang menjadikan makna self esteem lebih komprehensif, dengan teori dua faktor, silang pendapat di seputar tema self esteem antara ranah psikologi dan ranah sosial dianggap sudah final, karena dua faktor telah menyatukan perbedaan tersebut dalam satu pendekatan.
C.2.Saran.
__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Daftar Pustaka
Weels, L. Edward and Marwell, Gerald. 1976. Self Esteem Its Conceptualization and Measurement. Volume 20 Sage library of social Research. Sage Publications Beverly Hills London.
Siti Romlah, Ira Puspitawati, Self-Esteem In Which Wife Polygamy. http://www.gunadarma.ac.id di akses pada tanggal 4 Desember 2014
Nenengnurjanah,SelfEsteem,http://nenengnurjanah,counselling.blogspot.com/2013/02/makalah-self-esteem.html
Jillian Powell. 2004. Self-Esteem. London: Franklin Watts
Slavin, Robert E. 1994. Educational Phsychology Theory and Practice. Amarica: Allyn and Balcon. United States of America
SusiHandayani.BR.Lubis,HubunganSelfEsteemDenganSubjectiveWellBeingKaryawan,http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Artikel_10502275.pdf diakses pada tanggal 04 desember 2014
IsmailIrhasanie, Sel Esteem,http://www.slideshare.net/ismailirhasanie/self-self-esteem-kelompok-11-psikologi-sosial-univ-mercu-buana-jakarta-29054525
Harter, S. 1999 ,(Inggris)The Construction of the Self. New York: Guilford.
Santrock, J. W. , 2010, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Assalamu'alaikum, saya ingin melakukan penelitian yang relevan dengan judul. Boleh minta kontaknya??
ReplyDelete