Sunday, November 23, 2014

TEORI BELAJAR BEHAVIOR

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
Psikologi Umum

Dosen Pengampu :


Isfauzi Hadi Nugroho, M.Psi




Disusun oleh :
1.      Mamluu atul Hidaayah                       (9321.166.14)
2.      Santi Dwi Efianti                                (9321.181.14)
3.      Alfan Shfrizal Setiawan                      (9321.187.14)
4.      Eva Milawati                                       (9321.197.14)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2014


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa definisi teori belajar behavioristik?
2.         Bagaimana konsep teori yang mendukung teori belajar behavioristik?
3.         Bagaimana penerapan teori belajar behavior?
C.      Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui teori-teori yang mendukung teori belajar behavior.
2.         Untuk mengetahui penerapan teori belajar behavior.


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[1]
Teori belajar behaviorisme berpendapat bahwa perilaku terbentuk melalui hubungan antara rangsangan (stimulus) dengan respons. Perubahan perilaku lebih banyak karena adanya pengaruh lingkungan. Oleh karena itu teori behavioristik lebih menekankan pada terbentuknya perilaku sebagai hasil dari belajar. Jadi seseorang dianggap telah belajar jika menunjukkan adanya perubahan dalam perilakunya. Dalam hal ini inputnya berupa stimulus dan outputnya berupa respons. Yang dimaksud dengan stimulus adalah apa saja yang diberikan guru, baik teori maupun praktik kepada anak didiknya. Adapun yang dimaksud dengan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh gurunya tersebut.[2]
B.       Tokoh-tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik
1.         Edwin Lynn Thorndike (1874-1949)
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learningatau selecting and conecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.[3]
a.    Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Hukum ini menyatakan bahwa semakin siap individu untuk memperoleh dan melakukan perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut menimbulkan kepuasan pada individu tersebut dan akan cenderung diperkuat.
b.    Hukum Latihan (Law of Exercise)
Hukum ini menyatakan bahwa semakin sering sebuah tingkah laku diulang, dilatih, atau digunakan maka asosiasi yang terbentuk semakin kuat. Dampaknya, belajar pada siswa akan lebih berhasil apabila banyak latihan atau pengulangan-pengulangan.
c.    Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa hubungan stimulus respons akan diperkuat apabila akibatnya menyenagkan dan akan ditinggalkan bila hasilnya tidak menyenangkan atau tidak memuaskan. Oleh sebab itu, proses belajar bagi siswa akan menjadikan siswa lebih semangat apabila siswa mengetahui dan mendapatkan manfaat serta hasil yang baik atas usahanya.[4]
2.         Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.[5]Dengan demikian, dalam proses belajar dengan tingkah laku sebagai ukuran keberhasilannya dapat dilakukan melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan.
3.         Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Skinner melakukan percobaan di dalam laboratorium dengan menggunakan tikus lapar yang dimasukkan ke dalam kotak yang disebut Skinner Box yang dilengkapi tombol, alat pemberi makan, penampung makanan,lampu yang dapat diatur, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Eksperimen Skinner menghasilkan sebuah teori yang disebut Operant Conditioning atau pengkondisian operan (penguat positif dan negatif). Menurut Skinner, perilaku operant dapat meningkatkan sebuah perilaku dan mengulanginya kembali atau bahkan menghilangkan perilaku sesuai dengan yang diinginkan.[6]
4.         Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Eksperimen Bandura yang sangat familiar adalah eksperimen Bobo Doll. Hasil eksperimennya memunculkan teori yang dikenal sebagai teori belajar sosial (social learning). Teori belajar sosial dari Albert Bandura menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku dalam proses belajar. Artinya, proses belajar pada individu akan lebih banyak terjadi melalui proses pengamatan terhadap situasi dan kondisi lingkungannya.[7]
C.      Prinsip-prinsip Teori Belajar Behavior
Untuk mengaitkan teori belajar behavior dengan praktik pembelajarn, perlu dipahami terlebih dulu mengenai prinsip belajar menurut behavioristik. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:[8]
1.         Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu. Perubahan tingkah laku itu bisa negative atau positive bergantung apa yang ingin dipelajari.
2.         Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati yang terjadi karena hubungan stimulus dan respons, sedangkan proses yang terjadi antara stimulus dan respons yang tidak dapat diamati dianggap tidak penting.
3.         Perlunya penguatan (reinforcement) untuk memunculkan perilaku baik yang diharapkan. Respons akan semakin kuat jika penguatan (positif maupun negatif) ditambah.
D.      Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Teori belajar behavioristik sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan pendidikan dan pembelajaran. Aliran behavioristik lebih menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan banyak praktik (eksperimen) dan pembiasaan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur daya tahan, kelenturan, refleks, dan sebagainya. Sebagai contoh untuk materi menari, bahasa asing (concersation), mengetik, menggunakan komputer, dan sebagainya. Selain itu juga teori behavioristik cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan pendampingan orang dewasa, anak yang suka meniru dan senang mendapatkan penghargaan langsung seperti mendapatkan pujian atau hadiah dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Gage , N.L. dan D. Berliner. Educational Psychology. 1979

Irham, Muhammad dan Novan Ardy Wiyana. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Masudag. Makalah Behaviorisme. ( http://masudaheducation.blogspot.com, diakses tanggal 17 Nopember  2014).

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Pranada Media Group, 2009.
Subini, Nini, dkk. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka, 2012.




[1]N.L. Gage dan D. Berliner, Educational Psychology, 1979, hal. 13.
[2]Nini Subini, dkk, Psikologi Pembelajaran, (Yogyakarta: Mentari Pustaka, 2012), hal. 114
[3]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Pranada Media Group, 2009), hal. 7.
[4]Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyana, Psikologi Pendidikan, (Ar-Ruzz Media: Jogjakarta, 2012), hal.150-151
[5]Nini Subini, dkk, Psikologi Pembelajaran, op.cit, hal. 119
[6]Ibid, hal. 156
[7]Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyana, Psikologi Pendidikan, Op. Cit., hal.159-162
[8]Masudag, “Makalah Behaviorisme”, http://masudaheducation.blogspot.com, diakses tanggal 17 Nopember  2014.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related :

0 comments:

Post a Comment