Monday, December 22, 2014

Contoh Makalah Ahlussunnah Wal Jama’ah

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdullilahi Rabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat  serta salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, sahabat serta keluarganya sebab jasa beliau lah yang membawa umat manusia ke jalan yang di ridhoi Allah.
Kepada pihak pihak yang membantu makalah ini, kami mengucapkan terimakasih.penulis menyadari bahwa makalah Teologi Islam ini masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunannya. Kami membutuhkan saran dan masukan supaya lebih baik lagi dalam pembuatan makalah selanjutnya. Dan semoga Allah SWT memberkahi kita semua  Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Kediri, 13 Oktober 2014

Penyusun 
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Ahlussunnah Wal Jama’ah) merupakan bagian integral dari sistem keorganisasin NU, dalam landasan organisasi disebutkan bahwaAhlussunah Wal Jama’ah merupakan metode pemahaman dan pengalaman Tuhid. Lebih dari itu , disadari atau tidak Ahlussunah Wal Jama’ah merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap anggota/kader organisasi. Akhirnya tertanam dalam pada pemahaman dan perilaku penghayatan kita masing-masing dalam menjalankan Islam.

B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah ?
2.Bagaimana Sejarah Madzhab al-Asy’ari dan Ajarannya ?
3.Bagaimana Sejarah Madzhab al-Maturidi dan Ajarannya ?

C.TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah
2.Untuk mengetahui Sejarah Madzhab al-Asy’ari dan Ajarannya
3.Untuk mengetahui Sejarah Madzab al-Maturidi dan Ajarannya
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH
Istilah Ahlus Sunnah Wa al-Jama’ah berasal dari kata-kata:
a.Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”.
b.Al-Sunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan,, tindakan, dan ketetapan Rasulullah Saw..”
c.Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”
d.Al-Jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw.Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah Saw. Dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib. 
Selanjutnya, jalan hidup Rasulullah Saw. Tidak lain adalah ekspresi nyata dari kandungan Alqur’an. Ekspresi nyata tersebut kemudian biasanya diistilahkan dengan al-Sunnah atau al-Hadits, kemudin, Alqur’an sebagai kalamullah, terkemas tersendiri dalam mushaf Alqur’an al-Karim. Sedangkan ekspresi nyata dalam diri Rasulullah. Pun terkemas secara terpisah dalam kitab-kitab al-Hadits, seperti dalam: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah, serta kitab-kitab al-Haditz lainnya yang disusun oleh para ulama lainnya.
Di samping itu, para sahabat, khususnya sahabat empat adalah generasi pertama dan utama dalam melazimi perilaku Rasulullah SAW, sehingga jalam hidup mereka peraktis merupakan penjabaran nyata dari petunjuk Alqur’an dan al-Sunnah. Setiap langkah hidupnya praktis merupakan aplikasi dari nornma-norma yang terkandung dan terkehendaki dari ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari baginda Rasulullah Saw. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatf terjamin kelurusannya dalam mengamalkan ajaran Islam, sehingga jalan hidup mereka kulalah yang paling tepat rujukan utama setelah jalan hidup Rasulullah Saw. Sendiri. Dalam hadits diterangkan: 
“sebaik-baiknya periode adalah periode hidupku yang mana aku(nabi)diutus kepada mereka, kemudian disusun periode sesudah mereka(sahabat) dan kemudian periode berikutnya lagi(tabi’an) (HR. Muttafaq’alaih) 
Definisi Ahlussunah wal Jamaah yang dikemukakan oleh Abu al-Fadl bin al-Syekh ‘Abd. Al-Syakur al-Sanuri dalam kitabnya “Al Kawakib al-lamma’ah fi Tahqiq al-Musamma bi Ahlus Sunnah wa al-Jamaah”, bawasanya yang dimaksud Ahlussunah Wal Jama’ah ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh(committed) mengikuti sunnah Rasull Saw. Dan petunjuk (tariqah) para sahabatnya, baik dalam lingkup akidah, ibadah, maupun dalam lingkup akhlaq. Adapun wujud kongkretnya, Ahlussunah Wal Jama’ah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petuntuk Alqur’an dan al-Sunnah. Artinya dalam segala hal selalu merujuk kepada petunjuk Alqur’an dan al-Sunnah.

B.SEJARAH MADZHAB AL-ASY’ARI DAN PERKEMBANGANNYA
1.Biografi Abu al-Hasan al-sy’ari
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari. Nama al-Asy’ari merupakan nisbat terhadap Asy’ar , nama seorang laki-laki dari suku qahtaan yang kemudiian menjadi nama suku dan tinggal di Yaman. 
Negri Yaman yang memiliki peradaban yang relatif lebih maju pada masa-masa awal Islam, melebihi daerah-daerah lain di semenanjung Arabia, memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan kultur dan karakter penduduk Yaman, yang mudah mematuhi dan menerima kebenaran, menaruh perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan selalu berpikir positif terhadap keadaan yang dihadapi. Karakter penduduk Yaman yang khas dengan kelembutan dan kehalusan, sehingga mudah mematuhi dan menerima petunjuk dan kebenaran. Penduduk Yaman memiliki kemauan yang keras untuk mengetahui dan menanyakan persoalan penting dalam pandangan agama, yaitu seputar ke-Esaan Allah yang bersifat qadim(tidak ada permulaanya) dan eksitansi alam yang bersifat baru (huduts) yang merupakan materi penting dalam pembahasan ilmu Tauhid.
Para ulama ahli hadits seperti al-Imam al-Hafizh al-bayhaqi dan lain-lain berpandangan bahwa karakter al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’aari yang gemar mendalami ilmu Aqidah dan mengantarnya menjadi pemimpin Ahlussunah Wal Jama’ah dalam bidang Aqidah, merupakan karakter bawaan dari leluhurnya yang memiliki cita-cita yang luhur untuk menguasai ilmu pengetahuan dan mendalami persoalan aqidah yang sangat penting dengan bertanya secara langsung tehadab Nabi Saw.
Pada masa kecilnya, al-Asy’ari selain berguru kepada al-Saji, dia juga menimba ilmu dari ulama-ulama ahli haditz yang lain seperti Abdul Rahman bin Khalaf al-Dabbi, Sahal bin Nuh al-Basyri, Muhammad bin Yaqub al-Mahburi dan lain-lain. Sehingga hal tersebut mengantar al-Asy’ari menjadi ulama yang menguasai haditz, tafsir, fiqih, usul fiqih, dll. Hanya saja, setelah dia berusia 10 th, ada unsur asing yang sangat berpengaruh dan bahkan merubah jalan hidupnya. Yaitu kehadiran Abu Ali al-Juba’i tokoh mu’tazilah terkemuka dikota Basrah, yang menjadi ayah tirinya dengan menikahi ibunya, dan kemudian mengarahkan al-Asy’ari menjadi penganut mu’tazilah hingga berusia 40 th.
Namun kemudian setelah sekian lama menjadi tokoh mu’tazilah dan tidak jarang mewakili gurunya Abu Ali al-Juba’i dalam forum-forum perdebatan akhirnya al-Asy’ari keluar dari aliran mu’tazilah dan kembali pada ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah. 

2.Sejarah perkembangan Madzhab al-Asy’ari
Aliran Asy’ariyah atau Asya’irah, adalah aliran yang mengikuti dan dimisbahkan terhadap pendirinya, al-Iman Abu al-Hasan al-Asy’ari. Pada masa al-Asy’ari ada pula gerakaan pemikiran berupa yang digagas oleh dua ulama besar, yaitu al-Imam al-Maturidi dan al-Imam al-Tahawi. Namun dalam realita yang ada, pandangan-pndangan al-Asy’ari memperoleh reputasi dan tersebar luas melebihi pandangan al-maturidi dan al-Tahawi. Mayoritas kaum muslimin di dunia, sejak dulu hingga kini mengikuti madzab yang dideklarasikan oleh al-Asy’ari.
Sejarawan berpandangan bahwa tersebarnya suatu madzab sangat erat kaitannya dengan kekuatan dan pengaruh politik. Ada dua hal yang sangat dominan dalam tersebarnya madab al-Asy’ari pertama kepercaayaan kaum muslimin terhadap al-Iman al-Asy’ari, pendiri madzab, dan kemantapan hati mereka dalam mengikuti madzabnya. Kedua madzap al-Asy’ari meraih sukses yang sangat besar karena berhasil menarik para ulama besar dan terkemuka dalam setiap masa sebagai pengikutya, yang secara kreatif dan inten mereka bekerja keras dalam menyebar madzabnya.
Dinamika dan sejarah perkembangan madzab al-Asy’ari melalui beberapa fase yaitu:
 pertama, fase pertumbuhan al-Asy’ari sejak kelahiran hingga berusia 10 th. Dalam fase ini, al-Asy’ari mempelajari Alqur’an, Haditz dan dasar-dasar ideologi Ahlussunah Wal Jama’ah kepada para ulama ahli haditz terkemuka dikota Basrah
Kedua, fase perkembangan al-Asy’ari sejak berusia 10 th hingga 40 th. Yang perlu diperhatikan dalam fase ini ialah al-Asy’ari lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang menganut faham Sunni dan menerima pendidikan ala Sunni.
Ketiga, fase berdirinya madzab al-asy’ari dan peletakan dasar-dasarnya. Fase ini dimulai sejak al-Asy’ari berusia sekitar 40 th, tepatnya setelah dia menyatakan keluar dari barisan mu’tazilah dan pindah kebarisan Ahlussunah Wal Jamaah. Dalam fase ini yang perlu diperhatikan berkaitan dengan berdirinya madzab al-Asy’ari serta peletakan dasar-dasarnya adalah terjadinya berbagai perdebatan ideologis antara al-Asy’ari dengan berbagai aliran.
Keempat, fase tersebar dan tersosialisasinya madzab al-Asy’ari. Ini berkaitan erat dengan tampilnya para ulama yang kreatif dan produktif dalam menulis dan menyebarkan ideologi dan metodologi al-Asy’ari, pemikiran dan dasar-dasar madzabnya.

3.Ajaran-Ajaran al-asy’ari
Pada dasarnya kaum al-Asy’ari adalah aliran sinkretis, yang berusaha mengambil sikap tengah antara dua kutup, akal dan naql, antara kaum salaf dengan kaum al Muktazilah. Atau al-Asy’ariah bercorak perpaduan antara pendekatan tekstual dan kontekstual, sehingga al-Ghazali menyebutnya sebagai aliran al-mutawassith (pertengahan) 
Adapun pokok-pokok ajaran al-Asy’ari, yaitu sifat Tuhan, keadilan Tuhan, akal dan wahyu, konsep iman, melihat Tuhan di hari Kiamat, teori Kasb, pelaku dosa besar, dan al-Qur’an:
a.Sifat Tuhan
Dalam ajaran al-Asy’ari dikenal dokrin wajib al-wujub, yaitu setiap orang Islam beriman kepada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat yang qadim, menganut paham shifatiyah seperti halnya kaun salaf.
b.Keadilan Tuhan
Menurut al-Asy’ari, keadilan adalah menempatkan sesuatu pda tempat dan sebenarnya. Misalnya, seseorang mempunyai kekuasaan mutlak atas harta benda yang dimilikinya, sehingga ia dapat melakukan apa saja terhadap harta bendanya itu.
Al-Asy’ari menganalogikan bahwa Tuhan adalah pemilik mutlak. Ia dapat berbuat sesuai kehendakNya. Karenanya, tidak bisa dikatakan salah, jika seandainya Tuhan memasukkan orang kafir ke dalam surga, atau sebaliknya.
c.Akal dan Wahyu
Mengenai akal dan wahyu, al-Asy’ari berpendapat bahwa akal manusia tidak dapat sampai pada kewajiban mengenai Tuhan. Manusia dapat mengetahui kewajibannya hanya melalui wahyu. Wahyulah yang mengatakan dan menerangkan kepada manusia bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan, dan manusia harus menerima kebenaran itu. Jadi, pada dasarnya al-Asy’ari memberikan porsi besar kepada wahyu daripada akal.
d.Konsep Iman
Iman bagi al-Asy’ari adalah tashdiq dan ikrar. Amal bukanlah katagori iman, tetapi perwujutan dari tahdiq. Al-Asyari berpebdirian bahwa iman adalah keyakinan batin (inniver belief), baik secara lisan atau secara praktis(perbuatan); keduanya merupakan cabang iman.
e.Melihat Tuhan di Hari Kiamat
Pandangan al-asy’ari tentang melihat Tuhan, ia mengatakan bahwa setiap yang ada, pasti dapat dilihat. Ini dapat diketahui dari wahyunya bahwa orang-orang mukmin akan melihat-Nya di hari kiamat nanti, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
“Di hari itu wajah mereka (yang beriman) akan berseri-seri. Kepada tuhan, merek melihat” (Qs al-Qiyamah/75:22).
f.Teori Kasb 
Al-Asy’ari juga dikenal memiliki doktrin kasb, dalam kaitannya dengan perbuatan manusia. Kasb, dalam kaitannya dengan perbuatan manusia. Kabs adalah sesuatu yang timbul dari al-maktasib, dengan perantaraan daya yang diciptakan.
g.Pelaku Dosa Besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mulmin yang mengesakan Tuha  namun fasik, terserah kepada tuhan. Tuhan bisa saja mengampuninya dan langsung memasuknnya ke surga, atau Tuhan akan menjatuhkan siksa karena kefasikannya.
h.Al-Quran
Pandangan al-Asy’ari tentang al-Qur’an, sangat bertentangan dengan pandangan al-Muktazilah. Kalau al-Muktazilah mengatakan bawa al-Qur’an adalah hawadits (baru) karena ia makhluk, maka al-Asy’ari mengatakan qadim.
Pandangan al-Asy’ari di atas berdasar firman Allah yang berbunyi:
“Sesungguhnya perkataan kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia (Qs al-Nahl/16:40).


C.SEJARAH MADZAB AL-MATURIDI DAN PERKEMBANGANNYA
1.Biografi al-Iman Abu Manshur al-Maturidi
Nama lengkapnya Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samar Qandi. Secara geneologis, nasab Abu Manshur al-Maturidi masih bersambung dengan sahabat Nabi Saw dari kaum Anshor, yaitu Abu Ayub al-Anshari. Hal ini menjaadi bukti bahwa al-Maturidi lahir dari keluarga terhormat dan terpandang di kalangan masyarakat. Al-Maturidi lahir dari lingkungan keluarga ulama yang tidak diragukan lagi kecintaannya pada ilmu agama. Sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan intelektual al-Maturidi yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mencintai ilmu agama sejak usia sini. 

2.Sejarah perkembangan Madzhab al-Maturidi
Aliran al-Maturidi lahir dan dimisbahkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu Manshur al-Maturidi. Pengaruh madzab hanafi yang dikuti oleh al-Maturidi sangat besar terhadap madzab dan aliran teologis al-Maturidi. Bahkan sebagian pakar berpandangan, bahwa aliran teologis al-Maturidi sebenarnya merupakan modifikasi dan kepanjangan dari pemikiran dan madzab al-Iman Abu Hanifah dalam bidang aqidah yang berhasil dipaparkan secara sempurna dan menabjubkan oleh Abu Manshur al-Maturidi, sehingga metodologi dan pemikiran al-Maturidi menjadi sebuah madzab teologis yang berkembang dan diikuti oleh mayoritas ulama pengikut madzab Hanafi sesudahnya.  
Perkembangan dan dinamika pemikirn madzab al-Maturidi dalam perjalanan sejarah, melalui beberapa fase: 
pertama, fase berdirinya mazab al-Maturidi dan peletakan dasar-dasarnya. Fase ini berhubungan secara langsung dengan keehidupan al-Imam al-Maturidi, yang berkisar antara tanun 238 H/853M yang diprediksi sebagai tahun lahirnya al-Imam al-Maturidi, sampai tahun wafatnya yaitu 333H/945 M. Dalam fase ini, hal penting yang perlu diliat dari aspek proses berdirinya dan peletakan dasar-dasar madzab al-Maturidi, adalah terjadinya berbagai perdebatan pemikiran ideologis, dan polemik ideologis antara Ahlussunah Wal Jama’ah yang diwakili oleh al-Imam al-Maturidi dengan kaum mu’tazilah yang sedang berkembang di negri Samarkand pada masa itu, baik perdebatan yang bersifat dealogis dalam forum debat terbuka maupun perdebatan yang ersifat polemis melalui karya tulis. 
Kedua, fase pebentukan madzab al-Maturidi. Ini berhubungan secara langsung dengan murid-murid al-Maturidi yang terjadi sejak wafatnya al-Imam al-Maturidi sampai sekitar tahun 400 H, dimana murid-murid al-Maturidi telah tersebar luas diberbagai negri yang bermadzab Hanafi, dan mereka mulai bekerja keras menyebarkan pandangan dan pemikiran al-Maturidi, memberikan pemaparan yang sistematis dan pembelaan terhadapnya.
Ketiga, fase tersebar dan tersosialisasinya madzab al-Maturidi. Ini berkaitan erat dengan tampilnya para ulama yang produktif dibidang tulis menulis dan mengarang tentang al-Maturidi, pemikiran dan dasar-dasar madzabnya. Madzab al-Maturidi semakin tersebar luas melalui tiga orang tokoh yang sangat penting yaitu, al-imam Abu al-Mu’in al-Nasafi (508 H/1114 M), al-Iman Najmuddim Umar al-Nasafi (537 H/1142 M) dan al-Imam Hafiz Hudin al-Nasafi (710 H/1310 M.) fase ini merupakan fase terpenting dalam sejarah dinamika madzab al-Maturidi. Fase tersebar dan tersosialisasinya madzab al-maturidi ini juga berhubungan erat dengan masa pemerintahan Utsmani yang berpusat di Istanbuk Turki. Pemerintahan Utmani yang berhasil menguasai hampir seluruh dunia Islam dalam waktu sekitar lima abad dalam sejarah, telah mensosialisasikan madzab al-Maturidi sebagai madzab resmi negara melalui pengisian jabatan-jabatan keagamaan di seluruh wilayah pemerintahannya dengan tokoh-tokoh yang bermadzab Hanafi dan Maturidi . Dalam fase tersebut telah lahir tokoh-tokoh penting dalam aliran al-maturidi seperti al-Iman Sa’dudin al-Taftazani(712-793 H/1312-1390 M), al-Syarif al-Jurjani(750-816 H/1340-1413 M), al-Imam Ibn al-Humam(790-861 H/1388-1457 M), al-Bayadhi(1044-1098 H/1634-1687 M) hingga sampai pada Syaikh Muhammad Qasim al-Duyubandi, Syaikh Ahmd Ridha al-Barilawi dan terakhir Syaikh Muhammad Zahid bin al-Hasan al-Kautsari (1296-1371 H/1879-1952 H) dan lain-lain. 

3.Pemikiran al-Imam Maturidi
a.Akal dan Wahyu
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya mendasarkan pads al-Qur’an dan akal sebagaimana Asy’ariyah, namun al-Maturidi memberikan porsi lebih besar terhadap akal dari pads porsi yang diberikan oleh Asy’ariyah
Al-Maturidi membagi kaftan sesuatu dengan akal pads tiga acam, yaitu:
•Akal dengan senirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu
•Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
•Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
b.Perbuatan Manusia
Dalam hal ini al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar swbagai perbuatan mausia dengan qudat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.
c.Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu/ ciptaanNya termasuk perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik ataupun yang buruk.
d.Sifat Tuhan
Menurut al-Maturidi manusia mempunyai sifat-sifat, seperti sama’, bashor dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa sifat-safat Tuhan itu mulzamah(ada bersama) dzat tanpa terpisah
e.Melihat Tuhan
Menurut al-Maturidi manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana diberitakan dalam al-Qur’an antara lain firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 22 dan 23.
f.Kalam Tuhan
Al-Maturid membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kala nafsi(sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qodim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu(hadits)
g.Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal didalam neraka walaupun mati sebelum bertaubat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusiasesuai dengan perbuatannya. 


BAB III
KESIMPULAN
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.   
Secara histories timbulnya aliran al-Asy’ariah disebabkan oleh karena kuatnya keinginan untuk kembali pada pemahaman yang semula yaitu pemikiran Ahlussunnah Waljamaah, tapi juga dalam pemikiran al-Asy’ariah masih menggunakan metode yang digunakan oleh kaum Mu’tazilah, yaitu menggunakan kemampuan akal menganalisis nas-nas al-Qur’an
Aliran al-Maturidiyah memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan aliran al-Asy’riah yang timbul sebagai reaksi dan ajaran Mu’tazilah. Abu Manshur al-Maturidi sebagai pendiri aliran ini lebih banyak memberikan porsi akal dalam memahami agama dibanding al-Asy’ariah.  
DAFTAR PUSTAKA

A.Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam(Teologi Islam) “Sejarah, Ajaran, dan Prkembangannya”,
 Jakarta: Raja Wali Press, 2018.
Idrus, Ramli, Muhammad, Pengantar Sejarah”Ahlussunnah Wal Jama’ah”, Surabaya:
  Khalista, 2011.
Muhammad, Syekh Umar Bakhri, Ahlussunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Gema Insani Press,
 2005.
Nasutin, Harun, Teologi Islam”Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan”, Jakarta: UI-
Press, 1986.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Contoh Makalah Ahlussunnah Wal Jama’ah

0 comments:

Post a Comment