PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Hakikat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan perbuatan melalaui aktivitas, praktik, dan pengalaman. Dua faktor utama yang menentukan proses belajar adalah hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, dan intelegensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah orang dewasa sebagai unsur manusia yang menciptakan lingkungan, yakni guru dan orangtua. Faktor lainya ialah aspek jasmaniah seperti penglihatan, pendengaran, biokimia, susunan, saraf, dan respons individu terhadap perangsang dengan berbagai kekuatan dan tujuannya..
Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita. Padahal, menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan kita pelajari, kalau memang system akal kita mengolahnya dengan cara yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita.
Akan tetapi, kenyataan yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu. Sering kali terjadi, apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar untuk diingat kembali bahkan mudah terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan.
B. RUMUS MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam bab ini yaitu :
1. Pengertian lupa ?
2. Apa saja teori lupa?
3. Apakah faktor yang mempengaruhi lupa dalam belajar ?
4. Bagamana proses terjadinya lupa dalam belajar ?
5. Bagaimana cara mengatasi lupa dalam belajr ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian lupa( forgetting)
Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan. Jadi, ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, menerima kesan-kesan, menyimpan dan mereproduksikan.
Orang yang dapat mengingat sesuatu kejadian, ini berarti kejadian yang diingat itu pernah dialami, atau dengan kata lain kejadian itu pernah dimasukkan ke dalam jiwanya, kemudian disimpan dan pada suatu waktu kejadian itu ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Dengan demikian ingatan itu merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk menerima atau memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Dengan kata lain ingatan merupakan kemampuan psikis untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang lampau.
Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat, dari hari ke hari dan bahkan setiap waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin juga sesuatu yang baru saja dilakukan. Ada pun pengertian lupa menurut para tokoh yaitu, Secara sederhana dijelaskan dalam buku Psikologi belajar, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
Menurut Irwanto dalam bukunya Piskologi Umum, lupa merupakan suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali untuk digunakan. Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Ada pula yang mengartikan Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedangkan ingatan kita sehat (Agus Suyanto, 1993).
Pandangan lama dipegang adalah bahwa lupa terjadi karena tidak digunakan kembali apa yang pernah dialami, jika kita gagal untuk mengunakan bahan belajar, dalam arti tidak ada praktek tambahan atau mengulang kembali, maka ia berfikir bahwa tidak digunakan akan membawa lupa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya pernah dipelajari.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi lupa
Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam dalam buku psikologi pendidikan (Reber, 1988; Best, 1989; Anderson, 1990), yaitu:
1) proactive interference.
Gangguan ini terjadi jika item-item atau materi pelajaran yang lama telah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Dalam hal ini gangguan seperti ini terjadi jika seorang siswa mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam waktu yang relatif pendek. Dalam keadaan demikian materi pelajaran yang baru sulit untuk diingat dan dengan sangat mudah untuk dilupakan.
2) retroactive interference.
Gangguan ini terjadi jika materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanennya siswa tersebut. Dalam hal ini materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali (siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu).
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan:
a. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
b. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
c. Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/ penekanan (Reber 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah “alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat tantangan baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali. Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975) lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya. Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best 1989, Anderson 1990).
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen..
Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Anderson, 1995).
Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”, setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi yang memuaskan.
C. Teori-Teori Mengenai Lupa
Lupa merupakan suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali untuk digunakan. Ada empat teori tentang lupa, yaitu Decay theory, Interference theory, Retrieval failure, motivated forgetting, dan lupa karena sebab-sebab fisiologis. Teori-teori ini khususnya merujuk pada memori jangka panjang.
1. Decay theory
Teori ini beranggapan bahwa memori menjadi semakin aus aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal). Teori ini mengandalkan bahwa setiap informasi di simpan dalam memori akan meninggalkan jejak (memory trace). Jejak-jejak ini akan rusak atau menghilang bila tidak pernah dipakai lagi. Meskipun demikian, banyak ahli sekarang menemukan bahwa lupa tidak semata-mata disebabkan oleh ausnya informasi.
2. Teori interferensi
Teori ini beranggapan bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami keausan). Akan tetapi proses lupa terjadi karena informasi yang satu menggangu proses mengingat informasi lainnya. Bisa terjadi bahwa informasi yang baru diterima mengganggu proses mengingat informasi yang lama, tetapi bisa juga sebaliknya. Bila informasi yang baru kita terima, menyebabkan kita sulit mencari informasi yang sudah ada dalam memori kita, terjadilah interferensi retroaktif. Dalam hidup sehari-hari kita mengalami hal ini.
Adalagi yang disebut interferensi proaktif, yaitu informasi yang sudah dalam memori jangka panjang mengganggu proses mengingat informasi yang baru saja disimpan.
3. Teori retrieval failure
Teori ini sebenarnya sepakat dengan teori interferensi bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang selalu ada, tetapi kegagalan untuk mengingat kembali tidak disebabkan oleh interferensi. Kegagalan mengingat kembali lebih disebabkan tidak adanya petunjuk yang memadai. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tersebut tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali.
4. Teori motivated forgetting.
Menurut teori ini, kita akan cenderung melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Hal-hal yang menyakitkan atau tidak menyenangkan ini cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran. Teori ini didasarkan atas teori psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa teori ini juga beranggapan bahwa informasi yang telah disimpan masih selalu ada.
5. Lupa karena sebab-sebab fisiologis.
para peneliti sepakat bahwa setiap penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik di otak. Perubahan fisik ini disebut engram. Gangguan pada engram ini akan mengakibatkan lupa yang disebut amnesia. Bila yang dilupakan adalah berbagai informasi yang telah disimpan dalam beberapa waktu yang lalu, yang bersangkutan dikatakan menderita amnesia retrograd. Bila yang dilupakan adalah informasi yang baru saja diterimanya, ia dikatakan menderita amnesia anterograd. Karena proses lupa dalam kedua kasus ini erat hubungannya dengan faktor-faktor biokimiawi otak, maka kurang menjadi fokus perhatian bagi para pendidik.
D. Proses Terjadinya Kelupaan dalam Belajar
Daya ingatan kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui, tidak dapat diingat kembali atau dilupakan. Dewasa ini ada empat cara untuk menerangka proses lupa keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan saling mengisi.
1. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak kalau materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu terhapus dari otak sehingga kita tidak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
2. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang lebih simatris, lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuk yang asli tidak diingat lagi.
b. Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu hal adalah yang paling mengesankan. Karena itu, dalam ingatan bagian-bagian ini dipertegas, sehingga yang diingat hanyalah bagian-bagian yang mencolok, sedangkan bentuk keseluruhan tidak begitu diingat.
c. Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita ingat sebagai botol, sekalipun bentuk itu bukan botol. Dengan demikian, kita hanya ingat sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli. Perubahan materi di sini disebabkan bagaimana wajah orang itu tidak kita ingat lagi.
3. Kalau mempelajari hal yang baru, kemungkinan hal-hal yang sudah kita ingat, tidak dapat kita ingat lagi. Dengan kata lain, materi kedua menghambat diingatnya kembali materi pertama. Hambatan seperti ini disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula materi yang baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat oleh adanya materi lain yang terlebih dahulu dipelajari, hambatan seperti ini disebut hambatan proaktif.
4. Ada kalanya kita melakukan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-peristiwa mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan sebagainya, atau semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati nurani akan kita lupakan dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang sengaja ini terkadang tidak kita sadari, terjadi diluar alam kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim, represi dapat menyebabkan amnesia, yaitu lupa nama sendiri, orang tua, anak dan istri dan semua hal yang bersangkut paut dirinya sendiri. Amnesia ini dapat itolong atau disembuhkan melalui psikoterapi atau melalui suatu peristiwa yang sangat dramatis sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita.
E. Cara Mengurangi Lupa Dalam Belajar
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningakatkan daya ingat akal siswa. Dalam buku psikolgi belajar dijelaskan bahwa banyak ragam cara yang dapat dicoba siwa dalam meningkatkan daya ingatnya, antara Barlwo (1985), Reber (1988), Anderson (1990) adalah sebagai sebagai berikut:
1. Over learning
Over learning dengan kata lain belajar lebih, artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atau respons tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk Over learning, antara lain pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan sabtu memungkinkan ingatan siswa terhadap p4 lebih kuat.
2. Ekstra Study Time
Ekstra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
3. Menemonic Device
Menemonice Device (muslihat memori) yang sering juga disebut menemonice itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item infomasi kedalam system akal siswa.
4. Pengelompokkan
Maksud ini(clustering) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.
5. Latihan Terbagi
Lawan latihan terbagi(distribute pracetice) adalah massed practice (latihan terkumpul) yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan cramming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan waktu istirahat. Upaya demikian dilakukan untuk menghindari camming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singakat. Dalam melaksanakan distributed practice, siswa dapat mengunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efisien.
6. Pengaruh letak bersambung
Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung(the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata(nama, istilah dan sebagainya) yang diawalai dan diakhiri dengan kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus diingat siswa tersebut sebaliknya ditulis dengan mengunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampat sangat berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian, kata yang ditulis pada awal yang akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
KESIMPULAN
Lupa merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam proses pembelajaran, lupa adalah hilangnya kemampuan untuk mengulang kembali apa yang telah kit apelajari. Pada umumnya semua orang menghindari kelupaan dalam hal belajar, namun perihal tersebut masih menghantui setiap individu, hal ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Yangmana gangguan konflik terbagi menjadi proactive interference dan retroactive interference.
2. lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak.
3. lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.
4. lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
5. lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa.
6. Kerusakan jarinagan syaraf otak .
Dan cara mengurangi lupa dalam belajar yaitu :
a. belajar dengan melibihi penguasaan atas materi pelajaran tertentu.
b. Menambah waktu belajar sehingga dapat memperkuat terhadap materi yang dipelajari.
c. Mengelompokkan kata atau istilah tertentu dalam susunan yang logis. Situasi dan kondisi yang menunjukkan tidak adanya hasil belajar yang berhasil meskipun telah melaksanakan proses belajar pada waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Suyanto, Agus. 1993. Psikologi Umum. Cetakan ke 9. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwanto, 2005. Psikologi Umum, Jakarta: PT. Prenhallindo Catatan.
Syah,Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. ed. rev. Cetakan XIV. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Best, dkk, V(1989). Research in education, New Delhi: Prentice-hall of india.
Reber, A.S(1988). The Penguin Dictionary Of psychology. Ringwood Victoria. Penguin Books Australia Ltd.
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berfikir. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Anderson. 1995. Learning and memory. New York: Jhon Wiley and Sons, inc
Hilgard dan Bower. 1975. Theoris Of Learning.
Henry C Ellis. 1978. Fundamentals of Human Learning, Memory, and Cognition.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Ed, rev. cet. 3. Jakarta: Rineka Cipta.
Mahmud, M. Dimyanti. 1991. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarat. PBFE.
Walgito, Bimo. 1990. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta.
Purwanto, M. Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Subini, Ninik. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka.
Khodijah, Nyanyu. 2014. Psikologi pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Perseda.
Santrock, Jhon. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Kencana.
Asrori, Muhamad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.
0 comments:
Post a Comment