Tuesday, April 7, 2015

Contoh Makalah Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam

Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ ILMU KALAM“


Dosen Pengampu:
Dr. Mohammad Arif, MA.

Penyusun :
Riza Tantowi
(932107714)
PAI B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 
(STAIN) KEDIRI
2015


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan izin-Nyalah makalah Ilmu Kalam dengan judul “Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam”  dapat terselesaikan. 
Keberhasilan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang kepada:

1.Bapak Dr Mohammad Arif, MA., selaku dosen pembimbing mata kuliahIlmu Kalam  yang telah mencurahkan segalanya demi kesempurnaan makalah ini.
2.Segenap orang tua kami yang telah banyak mendukung kami.
3.Rekan - rekan yang telah banyak membantu dalam mempersiapkan bahan untuk pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat kemampuan dan pengetahuan kami masih sangat terbatas. Untuk itu kami mengharap  kritik dan saran demi kesempurnan makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak, Al Insan makanul khottho’ wan nisyan. Kami mohon maaf jika ada salah kata. Akhir kata dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Kediri, 


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan ilmu kalam, pastinya terdapat perbedaan perspektif antara pemikiran satu dengan pemikiran lainnya. Sebagaimana kata “kalam” yang berarti “pembicaraan”. Pembicaraan dalam hal ini yaitu, tentang masalah-masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi, logika dan filsafat serta memperbandingkan masalah yang menyangkut pokok-pokok agama dan yang berhubungan dengannya. Ilmu kalam ataupun filsafat islam tidak akan muncul tanpa adanya perbedaan-perbedaan paradigma (pandangan) antara satu paham dengan paham lainnya. Aliran mu’tazilah dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap lahirnya Ilmu Kalam, yang bisa dikatakan sebagai pencetus paham yang memberikan daya yang kuat terhadap akal (rasional).

Karena adanya perbedaan pendapat inilah sehingga muncul berbagai aliran-aliran dan juga metode-metode berfikir yang menjadi ciri dari masing-masing aliran tersebut. Secara umum, metode/kerangka berfikir dalam ilmu kalam dapat dikelompokkan lebih dari dua yaitu, metode berfikir liberal dan metode berfikir tradisionil, yang masing-masing mempunyai prinsip yang berbeda. Free will atau predestination (liberal), menekankan aspek yang besar terhadap logika (akal). Sedangkan fatalism (tradisionil), tidak begitu besar menekankan pada aspek akal. Kedua corak ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. 

B. Rumusan Masalah
       Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1.  Apa sajakah metode berfikir dalam ilmu kalam?
2.  Apa sajakah pengatagorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam ?

C.    Tujuan
 Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.  Mengetahui kerangka berfikir aliran-aliran ilmu kalam.
2.  Mengetahui pengatagorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam       

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam

Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia baik berupa potensi biologis maupun psikologis secara natural sangat distingsif. Oleh karena itu, perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya dalam mengkaji objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
Dalam kaitan ini, Waliyullah Ad-dahlawi (1114-1176) pernah mengatakan bahwa para sahabat dan tabiin biasa berbeda pendapat dalam mengkaji masalah tertentu. Lebih lanjut, ia melihat beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan pendapat di kalangan sahabat dan tabiin. Di antaranya adalah kenyataan bahwa terdapat beberapa sahabat yang mendengar ketentuan hukum yang diputuskan Nabi, sementara yang lainnya tidak. Sahabat yang tidak mendengar keputusan itu lalu berijtihad. Dari sini terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan ketentuan hukum.
Umar sulaiman Asy-Syaqar mengatakan bahwa aspek objek keputusan adalah sebagai pemicu terjadinya perbedaan pendapat. Menurutnya, ada tiga persoalan yang menjadi objek perbedaan pendapat, yaitu persoalan keyakinan (aqa’id), persoalan syariah, dan persoalan politik. 
Bertolak dari pandangan-pandangan di atas, perbedaan pendapat di dalam masalah objek teologi sebenarnya berkaitan erat dengan cara (metode) berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menguraikan objek pengkajian (persoala-persoalan kalam). Perbedaan metode berpikir iyu secara garis besar dapat dikategorikan pada dua macam, yaitu metode berpikir rasional dan metode berpikir tradisional. Metode berpikir rasional memiliki prinsip-prinsip berikut ini. 
1.  Hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebut dalam Al-Quran dan Hadits Nabi, yaitu ayat yang qath’i (teks yang tidak diinterpretasi lagi pada arti lain, selain arti harfinya)
2.  Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak 
3.  Memberikan daya yang kuat pada akal.
Metode berpikir tradisional memiliki prinsip-prinsip berikut ini.
1.  Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain arti harfinya)
2.  Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
3.  Memberikan daya yang kecil pada akal.

Dalam pandangan teologi rasional akal dapat mengetahui tuhan, kewajiban mengetahui tuhan, baik dan jahat, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat. Sedangkan teologi tradisional memberikan peranan yang kecil terhadap akal. Dari empat hal yang telah disebutkan hanya mengetahui tuhan yang dapat dijangkau oleh akal, selebihnya diketahui wahyu.
Aliran teologi yang sering disebut sebagai yang memiliki kerangka berpikir teologi rasional adalah Mu’tazilah. Oleh karena itu, Mu’tazilah dikenal sebagai aliran yang bersifat rasional dan liberal. Adapun teologi yang sering disebut sebagai metode berpikir tradisional adalah asy’ariah. Di samping pengategorian teologi rasional dan tradisional, dikenal pula pengategorian berikut yang muncul karena perbedaan kerangka berpikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. 
1.  Aliran Antroposentris
Aliran antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia datang berhubungan erat dengan masyarakat kosmos, baik yang natural maupun supranatural dalam arti unsur-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos. Unsur supranatural dalam dirinya merupakan sumber kekuatannya. Tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat. Idealnya, manusia harus mampu menghapus kepribadian kemanusiaannya, agar manusia mampu meraih kemerdekaan dari lilitan naturalnya. Manusia seperti ini berpandangan negatif terhadap dunia karena menganggap keselamatan dirinya terletak pada kemampuannya membuang semua hasrat dan keinginannya. Sementara, ketakwaannya lebih diorientasikan pada praktik-praktik pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud menyusun kepribadian dalam realita impersonalnya. 
Manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap hakikat realita transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada manusia dalam bentuk daya ketika ia baru lahir. Daya itu berupa potensi yang menjadikannya baru lahir dan mampu membedakan yang baik dan jahat. Berkenaan dengan dayanya, manusia yang memilih kebaikan pasti akan memperoleh keuntungan yang melimpah (surga). Sementara manusia yang memilih kejahatan pasti akan memperoleh kerugian yang melimpah pula (neraka). Dengan dayanya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas transenden. Aliran teologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qadariyah, Mu’tazilah dan Syiah
2.  Teolog Teosentris
Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal, dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Oleh karena itu, Ia dengan segala kekuasaanNya mampu membuat hal secara mutlak. Sewaktu-waktu Ia dapat muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah ciptaanNya yang harus berkarya hanya untuknya. Bagi manusia Ia adalah sumber eksistensi dan sumber dayanya. Oleh sebab itu, Ia sebagai realitas transenden (terjauh) harus di cari karuniaNya. Untuk dapat kembali kepada Tuhan, manusia harus mampu meningkatkan keselarasan dengan realitas tertinggi dan transenden melalui ketakwaan. Dengan ketakwaannya manusia akan memperoleh kesempurnaan yang layak sesuai dengan naturalnya. Dengan kesempurnaan itu pula, manusia akan menjadi sosok yang ideal, yang mampu memancarkan atribut-atribut ketuhanan dalam cermin dirinya. Kondisi semacam ini pada saatnya akan menyelamatkan nasibnya pada masa yang akan datang.
Manusia teoentris adalah manusia yang statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak kepada tuhan. Sikap kepasrahan menjadikannya bersifat apatis karena tidak mempunyai pilihan. Baginya, segala yang diperbuatnya pada hakikatnya adalah aktivitas tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain kecuali yang telah ditetapkan tuhan. Dengan cara itu, Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Tuhan dapat memasukkan manusia jahat ke dalam keuntungan yang melimpah (surga). Tuhan pun dapat memasukkan manusia yang taat ke situasi serbarugi yang terus menerus (neraka).
Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat manusia dapat datang sewaktu-waktu dari tuhan. Oleh karena itu, manusia mungkin suatu ketika mampu melaksanakan perbuatan ketika ada daya yang datang kepadanya. Sebaliknya, ia tidak mampu melaksanakan perbuatan apapun ketika tidak ada daya yang datang kepadanya. Dengan perantaraan daya, tuhan selalu campur tangan. Bahkan, manusia dapat dikatakan tidak mempunyai daya sama sekali terhadap segala perbuatannya. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini adalah Jabariyah.

3. Aliran Konvergensi atau Sintesis
Aliran konvergensi menganggap hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus intrakosmos personal dan impersonal. Lahut dan nashut, makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadi, tampak dan abstrak, dan sifat-sifat lainnya yang dikotomik. Ibnu Arabi menamakan sifat-sifat yang semacam ini dengan insijam al-azali (prestabilished harmny).  Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjahatau cermin asma dan sifat-sifat realitas mutlak itu. Bahkan, seluruh alam (kosmos), termasuk manusia, juga merupakan cermin asma dan sifat-Nya yang beragam. Oleh sebab itu, eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai pencipta pada dasarnya adalah penyingkapan asma dan sifat-sifat-Nya yang azali.
Aliran konvergensi memandang bahwa pada dasarnya, sagala sesuatu iyu berada dalam ambigu (serba ganda), baik secara substansial maupun formal. Sesuatu substansial, sesuatu mempunyai nilai-nilai batini, huwiyah dan eternal (qadim) karena merupakan gambaran Al-Haq. Dari sisi ini, sesuatu dapat dimusnahkan kapan saja karena sifat makhluk adalah profan dan relatif. Eksistensinya sebagai makhluk adalah mengikuti sunatullah atau natural law (hukum alam) yang berlaku.
 Aliran ini berkeyakinana bahwa hakikat daya manusia merupakan proses kerja sama antar daya yang transendental (Tuhan) –dalam bentuk kebijaksanaan-- dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristiwa yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan. Sebaliknya, ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya, sementara ia sendiri telah berusaha melakukannya, maka pada dasarnya kerja sama harmonis antara daya transendental dan daya temporal. Konsekuensinya, manusia akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan, sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu.
Kebahagiaan, bagi para penganut aliran konvergensi, terletak pada kemampuannya membuat pendulum agar selalu tidak jauh ke kanan atau ke kiri, tetapi di tengah-tengah antara ekstrimitas. Dilihat dari sisi ni, Tuhan adalah sekutu manusia yang tetap, atau lebih luas lagi bahwa Tuhan adalah sekutu makhluk-Nya, sedangkan makhluk adalah sekutu Tuhannya. Ini karena, baik manusia atau makhluk merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan sebagaiman keterpaduan antara dzat Tuhan dan asma serta sifat-sifat-Nya. Kesimpulannya, kemerdekaan kehendak manusia yang profan selalu berdampingan determinisme transendental Tuhan yang sakral dan menyatu dalam daya manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini adalah Asy’ariyah. 

4. Aliran Nihilis
   Aliran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia .
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ariyah, Maturidiyah apalagi Mu’tazilah sama mempergunakan akal dalam menyelesailkan persoalan-persoalan teologi yang timbul di kalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam derajat kekuasaan yang diberikan kepada akal. Kalau Mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy’ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran juga berpegang kepada wahyu. Dalam hal ini, perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis. Perbedaan interpretasi inilah yang sebenarnya menimbulkan aliran-aliran yang berlainan itu. Hal ini juga tidak obahnya sebagai hal yang  trdapat dalah bidang hukum Islam atau Fiqih. Disana juga, perbedaan interpretasilah yang melahirkan mazhab-mazhab seperti yang dikenal sekarang, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali.

BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu kerangka berfikir rasional dan metode berfikir tradisional:
- Metode berfikir secara rasional memiliki prinsip-prinsip: hanya terikat dengan dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebutkan dalam Al-Quran dan Hadis Nabi, yakni ayat yang qath’i ; memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.
- Metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip: terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfinya); tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam berkehendak dan berbuat, serta memberikan daya yang kecil kepada akal.
Disamping pengatagorian teologi rasional dan tradisional, dikenal pula pengatagorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam, yaitu:
1.  Aliran Antroposentris; Aliran teologi yang termasuk adalah Qadariah, Mu’tazilah dan Syi’ah.
2.  Teolog Teosentris; Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah Jabbariyah.
3.  Aliran Konvergensi atau Sintesis; Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke kategori ini adalah Asy’ariyah.
4.  Aliran Nihilis




DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Fazlur Rahman Anshari, Konsep Masyarakat Islam Modern, Terj. Juniarso Ridwan, dkk., Risalah, Bandung, 1984

Rosihon Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia, 2012

Umar Sulaiman Al-Asyaqar, Mengembalikan Citra dan Wibawa Umat: Perpecahan, Akar Masalah dan Solusinya, Terj. Abu Fahmi, Wacana Lazuardi Amanah, Jakarta

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Az-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Contoh Makalah Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam

0 comments:

Post a Comment