Perjalanan hidupku
WN, yang berarti seorang anak yang mendapatkan pertolongan dari alloh, sebuah nama yan di berikan oleh orang tua saya dengan harapan akan dilindungi oleh alloh, menjadi anak yang sukses, sholeh, diberi keselamatan didunia maupun di akhirat.
Saya lahir dari kalangan keluarga menengah kebawah, bapak saya bernama naichudin lahir dari keluarga petani hingga pekerjaan tersebutlah yang mampu menghidupi keluarga saya, ibu saya bernama saripah seorang wanita yang sangat kuat, tegar, dan lembut, yang telah melahirkan delapan orang anak.
Saya lahir tanggal 25 februari tahun 1997 tepat jam 02.00 wib disebuaah desa yang bernama Siwuluh kecamatan Bulakamba kabupaten Brebes. Saya lahir sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara, namun karena anak pertama dan kedua meninggal saat baru lahir maka saya menjadi anak ke enam. Saya tergolong seorang anak yang lambat untuk berjalan, normalnya anak bisa berjalan saat umur satu setengah tahun, tapi saya butuh waktu hingga dua tahun, sampai-sampai ibu saya bernazar apabila saya bisa berjalan saya akan diajak ke suatu pusat perbelanjan di daerah Brebes, dua tahun saya baru bisa berjalan dan langsung dibawa pergi oleh ibu saya peergi ke pusat perbelanjaan tersebut tanpa seijin ayah saya hanya untuk menepati nazarnya.
Saya lahir tanggal 25 februari tahun 1997 tepat jam 02.00 wib disebuaah desa yang bernama Siwuluh kecamatan Bulakamba kabupaten Brebes. Saya lahir sebagai anak ke delapan dari delapan bersaudara, namun karena anak pertama dan kedua meninggal saat baru lahir maka saya menjadi anak ke enam. Saya tergolong seorang anak yang lambat untuk berjalan, normalnya anak bisa berjalan saat umur satu setengah tahun, tapi saya butuh waktu hingga dua tahun, sampai-sampai ibu saya bernazar apabila saya bisa berjalan saya akan diajak ke suatu pusat perbelanjan di daerah Brebes, dua tahun saya baru bisa berjalan dan langsung dibawa pergi oleh ibu saya peergi ke pusat perbelanjaan tersebut tanpa seijin ayah saya hanya untuk menepati nazarnya.
Usia enam tahun saya mulai masuk sebuah madrasah ibtidaiyah didesa saya, berbeda dengan teman-teman saya yang lebih dulu masuk Taman Kanak-kanak, saya langsung masuk madrasah ibtidaiyah, sehari setelah hari pertama masuk sekolah saya langsung bisa membaca walaupun masih belum lancar. Setiap hari saya berangkat sekolah bersama teman saya. Saya termasuk anak yang biasa biasa saja dalam belajar, tidak pernah masuk peringkat tiga besar dan hanya peringkat ke enam saat kelas satu. Masa masakecil saya tidak berbeda dengan anak anak seumuran saya lainnya, tidak seperti anak kota, karena saya lahir di desa jadi lebih sering bermain di sawah. Pada saat saya naik ke kelas tiga saya pernah tidak mau sekolah dikarenakan takut dengan guru kelas tiga yang galak, sampai-sampai saya harus diantar oleh bapak saya, tatapi karena saya terus menangis akhirnya saya pulang kambali, hingga akhirnya saya pindah kelas karena ketakutan pada guru tersebut. Kelas tiga saat di mana mainan mobil remot kontrol sedang berada dipuncak sebagai mainan faforit anak-anak, saat itu saya sangat ingin membeli mainan tersebut, tapi karena kodisi ekonomi orang tua sedang turun akhirnya saya tidak juga dibelikan mainan tersebut oleh orang tua saya walaupun saat itu saya sampai mengamuk merengek minta dibelikan. Saat naik ke kelas enam, seperti teman-teman laki-laki lainya dan juga sebagai kewajiban orang tua, akirnya saya disunat, dalam pandangan saya Sunat adalah suatu hal yang sangat menakutkan dan menjadi momok bagi anak laki-laki yang akan beranjak dewasa, tapi anggapan itu sirna setelah saya disunat, saya bisa meminta sesuatu dan saat itu juga langsung dipenuhi, tidak hanya itu, saya juga mendapat banyak unang dari para tamu. Enam tahun saya sekolah di Madrasah Ibtidaiyah akhirnya saya lulus dengan predikat siswa paling kreatif, sesuatu yang cukup membanggakan untuk saya walaupun hanya dikasih sebah Tas.
Setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah saya melnjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah, masih satu desa dengan tempat tinggal saya. Awalnya saya takut kalo nanti tidak bisa mengikuti pelajaran di MTs, tapi setelah saya jalani ternyata seperti biasa. Pada semester pertama saya hanya meraih peringkt ke tujuh, tapi setelah semester dua saya naik ke posisi ke tiga, suatu yang cukup membanggakan karena saat itu saya masuk di kelas unggulan. Masa remaja yang saya jalani di bangku MTs saya jalani dengan biasa, dan akhirnya saya lulus dari banku MTs dengan peuh harapan, harapan untuk lebih baik lagi.
SMA, masa dimana banyak orang mengatakan masa paling indah, saya masuk bangku SMA dengan penuh harapan dalam angan-angan saya, saya ingin lebih baik dari kemarin, tapi itu tidak semudah membalikan telapak tangan, masa yang dikatakan orang adalah masa paling indah, ternyata saya salah menganggap, saat itu saya menyukai teman sekelas saya, dan saya pikir juga saya dia menyukai saya, tapi saya salah, dia menolak saat saya menatakn cinta kepada dia, sungguh sakit, tapi saya pikir itu akan saya jadikan motivasi untuk menjadi orang lebih baik lagi, setelah itu saya tidak memikirkan cinta lagi, saya berfikir belajar adalah pilihan terbaik.
Ada saatnya bahagia dan duka, saya saya mendapat masalah dengan teman sekelas saya, saya dituding menjelek jelekan teman saya, bahkan sampai saya diajak bertengkar oleh teman saya, tapi saya tidak melawan karena saat itu saya berfikir buat apa saya ribut sedangkan orang tua saya telah susah payah mencari uang untuk biaya sekolah saya.
Kelas sepuluh yang penuh dngan cerita telah berlalu, kelas sebelas menanti, kelas sebelas dengan teman yang berbeda, awalnya masih malu-malu, tapi seiring dengan berjalannya waktu saya mulai akrab degan teman-teman lainnya, kelas sebelas saya lewati engan penuh canda tawa dengan teman-teman, tidak beda jauh dengan masa-masa sebelumnya, saya hanya mengikuti pelajaran seperti biasa, saya tidak berhasil masuk peringkat sepuluh besar karena saya anggap saat itu masih santai untuk belajar.
Saya naik kelas dua belas, kelas dua belas dimana kelas yang paling sibuk untuk mengurus untuk Ujian Nasional, untuk mempersiapkan kuliah, dan yang lainnya, sedangkan saya masih kesulitan dengan beberapa pelajara, anggapan saya bahwa kelas dua belas adalah kelas dimana arus serius belajar ternyata salah kaprah, saya disibukan dengan syarat-syarat untuk UN dan juga syarat-syarat untuk masuk ke perguruan tinggi, saya ingin masuk di Perguruan Tinggi Negeri, dan harus masuk, apapun itu halangan dan rintangannya saya harus masuk Perguruan Tinggi Negeri, tapi setelah mendengar pengumuman mental saya langsung turun karena tidak diterima di PTN yang saya inginkan, begitu juga dengan SBMPTN saya gagal. Akhirnya saya memilih untu sekolah di STAIN KEDIRI, walaupun hanya setolah timggi setidaknya sudah NEGERI.
~Selesai~
0 comments:
Post a Comment