Sejarah Argumen Rancangan
Gagasan bahwa dunia (alam dan manusia) memperlihatkan tanda-tanda rancangan yang sangat gamblang dan mengisyaratkan keberadaan pencipta telah terungkap sejak dahulu kala dalam berbagai budaya. Pengamatan dan kesimpulan adanya pencipta telah terungkap sejak dahulu kala dalam berbagai budaya. Pengamatan dan kesimpulan adanya pencipta ini lazimnya disebut sebagai argumen rancangan atau argumen (keberadaan pencipta) dari sebuah rancangan.
Gagasan yang berkait erat tapi agak berbeda adalah argumen teleologis yang memandang bahwa seseorang bisa mengamati dan menarik kesimpulan bahwa dunia dan makhluk-makhluk di dalamnya memiliki sifat-sifat yang mengarah kepada sebuah sasaran atau tujuan, semacam rencana yang sudah direka-reka sebelumnya dan dijalankan melalui konstruksi agung alam semesta ini.
Dua argumen ini, dengan berbagai bentuknya, juga muncul dalam tradisi-tradisi Islam, mulai dari teks inti (Al-Qur’an) hingga berbagai tulisan dan terbitan mutakhir Muslim abad ke-21, termasuk juga debat-debat filosofis dan teologis yang memanas selama era keemasan Islam dengan partisipasi aktif tokoh-tokoh intelektual terkemuka, semisal Al-Kindi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Rusyd. Contoh yang cukup gamblang adalah dua terbitan mutakhir yang berupaya menyajikan sejarah argumen rancangan, yakni karya Anna Case-Winters, The Argument from Design: What is at Stake Theologically? Dan karya Michael Ruse, The Argument from Design: A Brief History. Dua tulisan tersebut sama-sama mengabaikan sumbangan para pemikir Muslim dalam persoalan ini dan malah melompati rentetan sejarah para pemikir Yunani lalu meloncat langsung ke Thomas Aquinas. Bahkan, Case-Winters menulis, “Baru di abad ke-13 filsafat dan sains kuno yang telah lama lenyap ditemukan kembali. Menyusul perkembangan ini, argumen rancangan mengemuka kembali dan memperoleh rumusan klasiknya”. Ungkapan yang jauh dari kebenaran.
Argumen-argumen keberadaan Tuhan biasanya terbagi ke dalam tiga hingga lima kategori:
- Argumen kosmologis
- Argumen ontologis
- Argumen rancangan atau teleologis
- Hukum moral (dalam) argumen
- Argumen pengalaman spiritual
Argumen rancangan berkembang pesat dan diterima luas sebelum kehadiran teori Darwin yang kemudian berhasil membungkam gairah para pegiat argumen ini. Argumen ini sendiri telah melalui serangkaian versi atau rumusannya tersendiri berdasarkan urutan sejarahnya sebagai berikut:
- Rumusan-rumusan awal Bangsa Yunani
- Jalan kelima Aquinas, atau argumen panah dan pemanah
- Argumen analogi sederhana
- Metafora tukang alroji Paley
- Argumen evolusi terpandu
- Penalaan halus (fine tuning)
- ID (intelegent design)
Dari rumusan awal argumen rancangan bangsa Yunani. Dengan mengutip buku The Nature of Goals-nya Cicero, Case-Winters menyajikan argumen teleologis kaum Stoik berikut: “Sewaktu kita melihat sebuah mekanisme semacam pola planet atau sebuah jam, adakah keraguan di benak kita bahwa itu semua merupakan (hasil) kerja kecerdasan yang berkesadaran? Lalu, bagaimana bisa kita meragukan dunia sebagai (hasil) kerja kecerdasan ilahiah?”.
Kritik terhadap argumen ini dari seorang penggemar makanan serta ahli atom, Lucreites, juga dikutip Winters dari buku tersebut sebagai berikut: “Dunia terbentuk melalui sebuah proses alamiah, tanpa perlu pencipta. Atom-atom berkumpul dan melekat setelah saling tarik-menarik”.
Bahkan menurut Lucretius, dunia diciptakan dengan ‘buruk’. Sementara itu, Plato terkesan dengan tujuan akhir benda-benda dan fenomena disekitarnya, semisal mengenai pertumbuhan manusia. Sementara itu, Aristoteles – meskipun tetap meyakini keberadaan tuhan dan dewa-dewa – memperkenalkan sebab-sebab akhir (tujuan) sebagai mekanisme internal di alam semesta. Karena perbedaan pandangan antara kedua filsuf hebat ini, teologi Plato kerap disebut ‘eksternal’ (penekanan pada perancang), sementara teleologi Aristoteles disebut ‘internal’ (penekanan pada prinsip dan proses yang mengatur fenomena alam).
0 comments:
Post a Comment