Thursday, September 8, 2016

MAKALAH HELENISME DAN CIRI-CIRINYA

HELENISME dan CIRI-CIRINYA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Filsafat Umum
Dosen pengampu Fuad Imron M.Pd



Disusun oleh:
Arief Romahhony ( 9321…15 )
Mei Sulis Setiawati ( 932120715)
Rischa Sa’ki Ayuning Tyas (932120915)
Dwi Hariroh (932103812)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI 
2015

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Berbicara tentang filsafat, sebenarnya kita sedang berbicara tentang mencari hakikat sesuatu. Dan sesuatu inilah yang pada akhirnya menjadi obyek pembahasan filsafat, yaitu hakikat Tuhan, hakikat manusia dan hakikat alam. Diawali dari rasa ingin tahu akan hakikat sesuatu, dan rasa ketidak pastian atau ragu-ragu, seseorang secara terus menerus berfikir untuk mencari jawabannya. Maka upaya seseorang untuk mencari hakikat inilah sebenarnya ia sedang berfilsafat. Dan upaya–upaya untuk menyingkap hakekat segala sesuatu yang wujud, telah lama dilakukan oleh bangsa yunani. 

Pemikiran Filsafat mengalami perkembangan yang sangat pesat dan cepat menyebar ke berbagai wilayah dengan periode yang berbeda-beda seperti Filasafat Yunani, Filsafat Klasik, Filsafat Islam, sampai pada Filsafat Modern yang banyak ragam pemikirannya. Periode-periode tersebut mempunyai cirri dan corak masing-masing meskipun secara umum dari periode satu ke yang lainnya ada pemikiran yang bersentuhan. Di dalam Periode tersebut terdapat periode Hellenisme yang juga mempunyai cara pandang yang khas atau corak yang khusus.

Oleh sebab itu disini pemakalah akan mencoba menjelaskan periode hellenisme dan ciri-cirinya yang akan dikupas pada bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian hellenisme?
  2. Bagaimanakah sejarah hellenisme?
  3. Apakah ciri-ciri hellenisme?






BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hellenisme
Hellenisme diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti “berbicara atau berkelakuan seprti orang Yunani”. Hellenisme secara umum istilah yang menunjukkan kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Syiria, Metopotamia, dan Mesir yang lebih tua. Lama periode ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (masa Alexander Agung atau meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM . 

B. Sejarah Hellenisme

Filsafat Yunani klasik mencapai puncaknya dengan munculnya Aristoteles. Setelah Aristoteles meninggal dunia, pemikiran filsafat Yunani merosot. Lima abad sepeninggal Aristoteles terjadi kekosongan sehingga tidak ada ahli pikir yang menghasilkan buah pemikiran filsafatnya. Lima abad dari adanya kekosongan diatas diisi oleh aliran-aliran besar seperti Epikurisme, Stoaisme, Skeptisisme, dan Neoplatonisme. Pokok permasalahan filsafat dipusatkan pada cara hidup manusia sehingga orang dikatakan bijaksana adalah orang yang mengatur hidupnya menurut budinya. Menurut sejarah filsafat, masa sesudah Aristoteles disebut zaman hellenisme. 

Zaman hellenisme adalah zaman penutup sejarah filsafat barat kuno. Zaman ini ditandai dengan tampil dan berkuasanya alexander agung di panggung sejarah bangsa Yunani pada abad ke-4 SM. Dibawah alexander agung, bangsa Yunani menjadi bangsa yang besar dengan wilayah yang membentang luas dari daerah Mesir sampai dengan India. Mulai saat itu, posisi polis-polis secara politis dan kultural kehilangan artinya. Sebagai gantinya, Muncul suatu kebudayaan supranasional, kebudayaan Yunani Raya atau kebudayaan Hellenisme. Sebelum filsafat yunani muncul, kebudayaa yunani telah mencitrakan khas berpikir yang filosofi, sebagaimana mitos-mitos yang berkembang di yunani adalah bagian yang menentukan kelahiran filsafat.

Berbeda dengan para filsuf zaman pra sokrates yang pusat pemikirannya adalah alam atau para filsuf zaman klasik yang menitik beratkan perhatiannya kepada manusia, filsafat pada zaman hellenistik ini berfokus pada permasalahan praktis sekitar etika. Apakah tujuan hidupku? Bagaimanakah aku dapat mencapai tujuan itu? Apa yang wajib kulakukan dan kuhindari? . Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis.

Masa Hellenistik Yunani dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu  periode etik dan periode agamis adapun penjelasannya sebagai berikut:

  1. Periode etik

Masa etik diisi oleh tiga macam aliran filsafat, yaitu aliran Epicuros, Stoa dan Skeptis.

a. Aliran epicuros
Epikuros dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena, dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu tujuan belaka; memberikan jaminan kebahagiaan kepada manusia.  Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu yang sudah ia kenal, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan agama. Yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama. Menurut pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup.  

Epikuros adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk mencapai kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya filsafat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etika.

1) Logika 
Epikuros berpendapat bahwa logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pemandangan. Semua yang kita pandang itu adalah benar. Baginya pandangan adalah kriteria .yang setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan pengalaman. 

2) Fisika 
Teori fisika yang ia ciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada dewa-dewa. Ia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi disebabkan oleh sebab-sebab kausal dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa itu diikutsertakan dalam hal peredaran alam ini. Manusia merdeka dan berkuasa sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala fatalisme berdasar kepada kepercayaan yang keliru. Manusia sesudah mati tidak hidup lagi, dan hidup di dunia ini terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak ternilai harganya. Sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan. 
Dari pandangan fisika yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah penganut paham atheisme. Teori-teori yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan peran Tuhan di dunia ini.

3) Etika 
Ajaran etika epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran etikanya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup ialah barang yang paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling penting dan mulia menurutnya ialah kesenangan jiwa.

b. Aliran Stoa
Pendirinya adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi. Awalnya ia hanyalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu ketika kapalnya pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba belajar filsafat. Ia belajar filsafat di Kynia dan Megaria dan akhirnya belajar pada academia di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.

Setelah keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari ruangan sekolahnya yang penuh ukiran. Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Dalam literatur lain disebutkan bahwa pokok ajaran etika Stoa adalah bagaimana manusia hidup selaras dengan keselarasan dunia. Sehingga menurut mereka kebajikan ialah akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal budi dunia. Pada akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana hidup sesuai dengan alam. 
Ajarannya tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etika.

1) logika 
Menurut kaum Stoa, logika maksudnya memperoleh kriteria tentang kebenaran. Dalam hal ini, mereka memiliki kesamaan dengan Epikuros. Apa yang dipikirkan tak lain dari yang telah diketahui pemandangan. Buah pikiran benar, apabila pemandangan itu kena, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam. Sehingga orang yang memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya. 

2) Fisika  
Stoa tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi juga meliputi teologi. Menurut mereka alam mempunyai dua dasar yaitu yang bekerja dan yang dikerjakan. Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah materi. Menurut kaum stoa alam semesta ini ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut logos. Oleh sebab itu semua kejadian tunduk kepada hukum alam yang berjalan.

Fisika kaum stoa menjadi pandangan hidupnya. Karena yang terjadi dalam dunia ini berlaku menurut hukum alam dan rasio serta adanya Tuhan untuk keselamatan manusia.
3) Etika  
Menurut kaum stoa etika ialah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan. Pelaksanaan tepat dari dasar-dasar itu ialah jalan untuk mengatasi segala kesulitan dan memperoleh kesenangan dalam penghidupan. Kaum Stoa juga berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh “harta yang terbesar nilainya”, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.

c. Aliran Skeptis
Skeptis adalah keragu-raguan. Aliran ini berpendapat bahwa dibidang teoritis, manusia tidak akan sanggup mencapai kebenaran. Pengetahuan kita tidak boleh dipercaya. Agar berbahagia, manusia tidak harus mengambil keputusan yang pasti, tetapi selalu ragu-ragu. Mereka tidak mau terus atau langsung menerima ajaran-ajaran yang datang dari ahli-ahli filosof masa yang lampau. Kaum skeptis adalah para filosof yang meyakini bahwa keragu-raguan terhadap segala sesuatu merupakan fondasi keyakinan.

2. Periode agamis
Pada masa etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang menanam rasa takut dalam hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu penghalang untuk memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut Epikuros dan Stoa harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup. Didorong oleh perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa lainnya yang senantiasa merasa tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka ajaran Etik tidak dapat memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah yang akhirnya muncul sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang terluka

Keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan hidup kembali. Perasaan menyerah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kesenangan rohani. Perasaan bimbang hilang, cinta terikat kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.soal rasio tidal ada lagi, soal irasionalisme-lah yang muncul kemudian. Dengan sendirinya, fakultas filsafat berkembang ke jurusan mistik. Perasaan mistik tidak dapat dipupuk dengan pikiran yang rasional, melainkan dengan jiwa yang murni.

Aliran pada periode ini ialah neoplatonisme. Tokohnya adalah plotinus dan ammonius saccas. Neoplatonisme merupakan perpaduan antara filsafat plato dengan diberi penekanan kepada upaya pencarian pengalaman batiniah untuk menuju ke kesatuan dengan Tuhan (Yang Esa). 

Walaupun plotinus mendasarkan diri pada pemikiran plato, tetapi plotinus memajukan hal baru yang belum terdapat dalam filsafat yunani, yaitu arah pemikirannya kepada Tuhan dan Tuhan dijadikan dasar segala sesuatunya. Karena zaman neoplatonisme ini diwarnai oleh agama, zaman ini disebutnya sebagai zaman mistik. 

C. Ciri-Ciri Hellenisme
Adapun ciri-ciri filsafat Hellenisme diantaranya adalah :
  1. Pemisahan antara filsafat dan sains terjadi pada zaman ini, belajar seperti pada abad ke 20 ini menjadi lebih terspesialisasi.
  2. Sifat spekulasi mulai dijauhi, perhatian lebih terkonsentrasi pada aplikasi.
  3. Jiwa filsafat Hellenisme ialah aklektik, usaha-usaha diarahkan untuk mengharmoniskan pendapat yang berlawanan.
  4. Etika dijadikan perhatian yang dominan.
  5. Pada zaman ini filsafat lebih lekat dengan agama. 


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro Filsafat Umum. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.
Adi pustakawan, “hellenisme (tokoh filsafat)”, blogspot.com, http://adipustakawan01.blogspot.com/2013/06/hellenisme-tokoh-filsafat.html, 17 juni 2013, diakses tanggal 10 september 2015.
Delfgaauw, Bernard. Sejarah Ringkas Filsafat Barat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992
Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Tintamas, 1986.
Kang Harjo, Zaman Helenisme Dalam Filsafat Yunani Kuno, “Blogspot.Com”Http://Gentongedukasi.Blogspot.Com/2012/01/Zaman-Helenisme-Dalam-Filsafat-Yunani.Html, 17 Januari 2012, Diakses  Tanggal 10 September 2015.
Tjahjadi, Simon Petrus L. Petualangan Intelektual. Yogyakarta:Kanisius, 2004.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : MAKALAH HELENISME DAN CIRI-CIRINYA

0 comments:

Post a Comment